Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

#StudiHAMUnsoed: Jalan Ninjaku Menggaungkan Nilai-nilai HAM di Dunia Maya

17 Maret 2025   21:54 Diperbarui: 17 Maret 2025   21:54 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kesetaraan sebagai bagian dari HAM, sumber: Canva dengan bantuan AI

Berbicara soal hak asasi manusia, barangkali kita tidak akan pernah kehabisan topik tentangnya. Apalagi jika kita membaca berita akhir-akhir ini di media, hak asasi manusia seolah semakin terkaburkan dengan banyaknya pelaku pelanggar HAM yang semakin tidak memanusiakan manusia. Para pelanggar HAM pun kadang merasa dirinya tidak pernah melanggar HAM.

Peristiwa pembunuhan di mana-mana, kebijakan yang mencekik, perundungan yang tidak ada habisnya, dan bermacam-macam isu tidak mengenakkan selalu memenuhi ponsel pintar kita. Kadang otak saya ikut jenuh, ikut merasakan emosi dari peristiwa yang terjadi di balik layar gawai saya.

Hak asasi adalah sesuatu yang melekat pada manusia, sesederhana karena manusia telah lahir ke dunia sebagai manusia yang hidup bukan sebagai hewan atau tumbuhan. Hak asasi sudah menjadi perhatian luas dunia internasional meski tafsiran soal hak asasi manusia kadang berbeda-beda tergantung kondisi sosial, budaya, dan politik di sebuah negara.

Ambil contoh soal hak melukiskan tato bagi pegawai negeri sipil atau pelajar, di beberapa negara melukiskan tato dianggap sebagai hak sipil individu sebagai bentuk dari ekspresi diri dalam seni, siapapun tanpa terkecuali berhak untuk bertato. Sementara pemerintah Indonesia jelas melarang pegawai dan para pelajar melakukannya karena mentato bagian tubuh dianggap melanggar norma-norma yang berlaku baik norma sosial maupun norma agama. Ini baru tato, belum hak-hak sipil lainnya yang mungkin terasa tabu di negara kita namun dianggap hal biasa di negara lain.

Permasalahan inti hak asasi bukanlah soal kenapa suatu hak bisa berlaku di satu negara tapi tidak untuk negara lain, melainkan bagaimana kita menghargai orang yang mungkin tidak bertindak sesuai dengan apa yang biasanya kita lakukan. Katakanlah ada seseorang, dia bukan pegawai negeri sipil atau pelajar aktif, dan dia memilih bertato, lantas apakah kita berhak untuk menghakiminya atau melabelinya dengan anak nakal.

Mau dia bertato atau tidak, itu adalah pilihan hidupnya selama hak yang dia pilih tidak menganggu atau justru merampas hak milik orang lain, misalnya hak untuk menyetel musik, seorang bebas mendengarkan jenis musik apapun yang dia suka, namun bukan berarti kita berhak menyalakan musik dengan volume paling tinggi sementara kita tinggal berdempetan dengan tetangga. Suara musik itu barangkali mengganggu tetangga dan merampas hak tetangga untuk menjalani hidup tenang tanpa gangguan.

Kadang kita lupa di atas hak individu juga ada hak komunal di mana di dalam hak individu juga ada hak untuk hidup bersosial dengan sekitar. Dengan memahami dan menghormati hak orang lain yang tidak merebut hak yang lain, kita belajar untuk memanusiakan manusia sebagaimana mestinya.

Pelajaran memanusiakan manusia inilah yang perlu kita tanamkan di lingkungan-lingkungan kampus. Sebagai dosen yang mengampu mata kuliah Studi HAM, saya memiliki sebuah cara untuk menggaungkan nilai-nilai HAM melalui tulisan #StudiHAMUnsoed di Kompasiana.

Mengajarkan teori HAM dari A sampai Z memang penting namun jauh lebih penting adalah bagaimana kita mengaitkan teori-teori tersebut ke dalam sebuah tulisan yang dekat atau menjadi fokus minat mahasiswa, lalu mulai mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari meski dalam hal sederhana dan tidak terlalu wah.

Mulanya saya agak ragu mau menerapkan metode ini atau tidak, karena di era serba kemudahan seperti ini, seseorang bisa hanya menyuruh kecerdasan buatan untuk menuliskan apa yang kita suruh. Kita tinggal buat prompt di chat GPT lalu beres, tulisan jadi sesuai dengan apa yang kita mau. Apalagi sekarang AI sudah jauh lebih pintar dari otak manusia yang menciptakan AI itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun