Sebelas tahun yang lalu, dunia perkeretaapian dihebohkan dengan tewasnya seorang anak kecil berusia sebelas tahun yang terjatuh dari atap rel kereta listrik di Stasiun Pasar Minggu. Korban diduga terpeleset dan jatuh ke dalam kolong kereta api. Jika saja anak kecil tersebut memilih duduk manis di dalam gerbong kereta, mungkin anak kecil tersebut sudah lulus dari perguruan tinggi dan siap mengabdikan dirinya untuk bangsa.
Nasi sudah menjadi bubur, anak kecil tersebut merupakan satu dari sekian banyak korban tewas akibat buruknya sistem manajemen pelayanan dan keselamatan penumpang pada masanya.
Perubahan besar perlu dilakukan. Dalam ilmu Sosiologi, ada yang namanya perubahan yang dikehendaki dan perubahan yang tidak dikehendaki. Perubahan yang dikehendaki adalah perubahan yang direncanakan berdasarkan kehendak dan kepentingan orang banyak. Contoh perubahan jenis ini adalah kebijakan pemerintah atau instansi, salah satunya kebijakan yang berkaitan dengan dunia perkeretaapian Indonesia.
Gebrakan Penghapusan KRL Ekonomi
Setahun setelah peristiwa tewasnya bocah berusia sebelas tahun, muncul sosok inspiratif di dunia perkeretaapian Indonesia. Dia adalah Ignasius Jonan yang waktu itu menjabat sebagai Dirut PT KAI. Ide penghapusan KRL Ekonomi pun dimulai.
KRL Ekonomi dinilai tidak memenuhi SOP keselamatan dan sering mogok. Belum lagi masih banyaknya masyarakat yang mengabaikan keselamatan dirinya dengan naik ke atap kereta, memilih menyelonong masuk ke peron stasiun secara ilegal, dan masih kurang tertibnya kondisi di dalam gerbong kereta.
Saya pernah mengalami situasi yang tidak mengenakan akibat permasalahan sosial tersebut. Banyak pedagang berseliweran ke sana ke mari disusul tangan-tangan usil mulai dari pencopet, orang cabul, sampai ODGJ.
Ketika Ignasius Jonan mengumumkan akan menghapus KRL Ekonomi, saya menyambutnya dengan sangat antusias. Waktu itu saya adalah mahasiswa baru di sebuah perguruan tinggi di Jakarta. KRL merupakan moda transportasi andalan saya yang tinggal di Parung Panjang waktu itu.
Kebijakan penghapusan KRL Ekonomi awalnya ditentang oleh masyarakat luas. Masyarakat merasa dirugikan negara karena harga tiket yang empat kali lipat dari biasanya, dari semula hanya Rp1.500- Rp2.000 menjadi Rp8.000-Rp8.500 untuk rute Jabodetabek. Demonstrasi besar-besaran pun terjadi di mana-mana sampai beberapa perjalanan KRL sempat tertunda.
Sampai kemudian dibuatlah kebijakan baru untuk mengatasi masalah tersebut. Mulai 1 Juli 2013, PT KAI Commuter Jabodetabek memberikan tarif subsidi sebesar Rp4.000 sehingga tarif maksimal dari Jakarta ke Bogor adalah  Rp5.000. Tarif juga dihitung berdasarkan jarak, semakin dekat jaraknya tentu lebih murah tarifnya.