Setelah berpuas diri dengan alam, saatnya menikmati kuliner khas North Sulawesi, seperti lalampa, cakalang fufu, pisang goroho goreng sambal loa, binta biluhuta, dan beberapa hidangan lainnya yang identik dengan makanan laut pastinya. Tapi tenang, mayoritas hidangan di Likupang tidak begitu berbau amis karena beberapa hidangan dicampur jeruk nipis dalam proses pembuatannya.Â
Tak puas dengan wisata di atas? Tenang, di Likupang, atraksi wisata sangat lengkap termasuk wisata sejarah. Adalah Waruga, kuburan batu kuno yang menjadi saksi bisu perjalanan warga Likupang menuju alam keabadian. Waruga terletak di Desa Kokole. Yang menjadi daya tarik tersendiri adalah kuburan tersebut bukan sebuah undukan tanah melainkan batu yang terdiri dari badan dan penutup. Dalam satu kuburan Waruga, terdapat beberapa jasad yang disemayamkan dan semuanya menghadap ke utara. Namun saat ini jasad di dalamnya telah dipindahkan ke museum untuk penelitian.
Sebelum meninggalkan bumi Likupang, tak lengkap jika belum membeli batik atau kain tenun khas Minahasa. Beberapa kerjinan tangan juga tersedia seperti gelang dari sabut kelapa, gantungan kunci dll. Terdapat banyak pilihan cendera mata, tinggal sesuaikan dengan budget dan kebutuhan.Â
Nah lantas bagaimana Likupang menjadi tren wisata berkelanjutan adalah dengan memanfaatkan potensi yang ada tersebut dengan melibatkan para stakeholder mulai dari kelompok LSM, kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain. Tentu saja edukasi adalah bagian terpenting di sini supaya DSP Likupang dan tren wisata di Indonesia aja mampu memperhatikan aspek berkelanjutan mulai dari sosial, budaya, ekonomi, dan tentu saja lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H