Bulan Ramadan ini bertabur berbagai macam kegiatan positif di dunia maya. Situasi pandemi yang belum berakhir membuat kita mau tidak mau harus terbiasa atau beradaptasi dengan aktivitas daring. Salah satu yang lagi tren adalah ngaji online pesantren.
Biasanya ketika bulan Ramadan tiba, pesantren sering mengadakan pengajian kitab kuning (bukan makna sebenarnya). Bagi yang belum tahu, kitab kuning adalah kitab karya ulama-ulama klasik Nusantara dan dunia. Kitab kecil dengan tanpa harakat di dalamnya itu sering dibacakan oleh ustaz-ustaz dan kiai-kiai di pondok pesantren salaf atau tradisional.
Namun belakangan, tidak hanya pesantren salaf saja, beberapa pesantren modern juga sudah memulainya. Apalagi kitab-kitab para pendahulu kita sarat akan makna dan hikmah, sangat cocok bagi milenial yang sedang belajar ilmu agama tapi tidak ingin tersesat ke jalan setan.
Ada beberapa tema yang tersaji di setiap kitab, ada yang membahas khusus tentang tasawuf, fikih, aqidah, maupun sopan santun. Semuanya berkaitan dengan kegiatan sehari-hari para Muslim. Lantas apa skill yang bisa kita dapatkan dengan mengikuti pengajian online ala pesantren?
Berbicara soal skill, skill mendengarkan adalah skill paling penting dalam kehidupan sehari-hari. Kita dituntut untuk bisa mentransformasi atas apa yang telinga kita dengar. Di zaman serba canggih ini, kita terbiasa dengan dalil-dalil daring yang entah sumbernya dari mana. Inilah jebakan batman yang sering menyesatkan orang.
Lihat saja, beberapa teroris lahir hanya mendengar ceramah dari A, B sampai Z tanpa menimbang dengan sumber lain. Narasi-narasi kebencian sengaja diciptakan supaya banyak orang kepincut lalu melakukan aksi yang katanya disebut jihad padahal salah besar.
Inilah salah satu keuntungan ketika mengikuti pengajian online pesantren. Kitab-kitab yang dibacakan bersumber dari ulama-ulama terdahulu yang terjamin kealimannya. Meski beda zaman, ada banyak sekali pelajaran-pelajaran yang sesuai dengan zaman sekarang.
Tips berjihad yang benar salah satunya. KH Fahmi Amrullah Hadziq yang mengampu kitab Miftahul Falah misalnya mengatakan bahwa jihad yang paling besar bukanlah jihad fisik melainkan jihad diri sendiri.
Ketika Perang Badar terjadi, Nabi Muhammad mengalami kemenangan besar setelah pertempuran besar tumpah melawan pasukan Quraisy di bulan suci Ramadan, Nabi menyeru pada umatnya bahwa perang besar tadi bukanlah perang terbesar. Padahal skala dalam Perang Badar terkategorikan dalam perang yang sangat besar dan mendebarkan.
Nabi Muhammad hanya berucap bahwa perang melawan diri sendiri adalah perang terbesar. Perang melawan nafsu untuk menguasai harta, menduduki tahta, dan merebut wanita merupakan jihad yang sebenarnya. Perang Badar tidak akan muncul jikalau pasukan Quraisy tidak memiliki nafsu untuk menguasai dan meraih tahta tertinggi. Semua perang bermula dari hati, nah dengan melawan diri sendiri, kita bisa menahan dari perang-perang fisik di depan mata.