Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Puisi | Mereka yang Tak Terninabobokan dengan Teknologi

15 Januari 2021   23:35 Diperbarui: 15 Januari 2021   23:51 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya dan Mang Sapri, warga suku Baduy Dalam di jembatan akar, sumber: dokpri

Suara alam adalah kawan paling setia
Menidurkan keluh kesah tak terucap


Tiada lampu silau menutup mata hatinya
Saya melihat senyum asli paling tulus
Bagai lebah tak menggerutu diambil madunya
Hidup selaras dengan nuansa hijau dan derasnya sungai
Yang ia tahu hanya berdamai
Tak pernah ia melontarkan sumpah serapah
Menjaga lisan sama mulia dengan menjaga satu pohon bercanggah

Tiada suara mesin perkotaan menjangkau
Jangkrik, katak, dan cicak
Bersatu padu dalam irama paginya
Bersandingan kopi hitam dan dinginnya pagi buta
Yang ia tahu hanya kesederhanaan
Hidup tak membawa payah, mati tak membawa harta
Menjaga hati sama mulia dengan menjaga sawah di lereng sana

Tiada notifikasi gawai semalam suntuk
Dapur dan cerita memenuhi tanpa kantuk
Aroma alam berpadu dengan gigi bergemeletuk
Memang tiada suara ketuk di balik pintu lapuk
Yang ia tahu hanya petuah kesopanan
Menjaga pesan leluhur sama tingginya dengan jejak awan

Tiada gim merenggut masa kecilnya
Bermain dengan sungai, wajah ceria
Berlarian naik-turun bukit menggejar sang ayah
Yang ia tahu hanya berbakti
Menjaga orang tua sama besarnya dengan dunia seisinya

Tiada alas kaki menemani setiap langkah
Meski bebatuan kadang menyengat
Lari cepat tubuh kuat
Yang ia tahu hidup untuk menyatu padu
Bersandingan dengan bumi adalah hakikat manusia
Dari tanah kembali ke tanah

Tiada suara debat di layar kaca penuh emosi
Yang ia tahu hanya selalu menjaga lisan dan hati
Katanya hidup hanya sekali, sekali untuk berarti
Untuk anak cucu nanti
Menikmati hasil bumi tiada henti

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun