Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Gol Ramadan 2020, Menyelesaikan Jurnal Ilmiah di Saat #Studyathome

27 April 2020   14:49 Diperbarui: 27 April 2020   14:47 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tugas yang menumpuk buntut dari belajar daring di rumah ini hampir dialami seluruh mahasiswa di Indonesia. Bukan hanya bagi mahasiswa diploma tapi juga mahasiswa strata satu, dua sampai tiga.

Tugas tersebut bermacam-macam jenisnya, mulai dari artikel, esai, makalah, kuis, critical review sampai mengerjakan soal. Dari semua tugas tersebut, hanya sedikit yang melirik jurnal ilmiah.

Jurnal ilmiah ini tidak begitu diwajibkan oleh mahasiswa namun beberapa kampus mulai menerapkan kebijakan ini di mana mahasiswa diwajibkan minimal memiliki satu karya jurnal ilmiah yang terpublikasikan. Jurnal ilmiah berbeda dengan skripsi, tesis atau disertasi.

Lalu apa bedanya? Tentu saja, jumlah kata dan fokus dalam penelitian tersebut. Jurnal ilmiah cenderung lebih singkat, jelas, dan padat. Tidak begitu bertele-tele seperti umumnya skirpsi, tesis dan disertasi. Sebuah jurnal ilmiah biasanya dibatasi jumlah katanya, biasanya berkisar 6 ribu sampai delapan ribu kata. Tidak sebanyak tiga penelitian akhir di atas.

Meskipun sama-sama mengandung penelitian, penelitian pada sebuah jurnal tidak sebegitu mendalam dari penelitian akhir. Cara ini dilakukan agar meningkatkan minat kepada para pembaca terhadap sebuah jurnal ilmiah karena sebuah jurnal memiliki ruang lingkup tersendiri.

Untuk menerbitkan sebuah jurnal ilmiah juga membutuhkan kesabaran ekstra karena beberapa pengurus jurnal ilmiah menerapkan seleksi yang lumayan ketat. Apalagi jurnal ilmiah bereputasi internasional dan memiliki pengindeks yang banyak dari berbagai penjuru dunia.

Jika jurnal ilmiah tersebut bereputasi baik maka akan semakin banyak akademisi yang menggunakannya sebagai referensi. Jurnal ilmiah tersebut juga akan mengundang lebih banyak akademisi atau praktisi untuk mengirimkan karya mereka di laman jurnal ilmiah tersebut.

Saya sendiri mulai menulis jurnal ilmiah semenjak lulus dari tingkat sarjana di sebuah kampus di Jakarta. Ketika saya resign dari pekerjaan di sebuah perusahaan media, saya memfokuskan diri pada penelitian karena saya ingin kuliah lagi dengan beasiswa.

Modal menulis jurnal itulah yang akhirnya mengantarkanku mendapatkan sebuah tiket beasiswa milik pemerintah bernama LPDP untuk mengenyam pendidikan strata dua di sebuah kampus negeri di Jakarta. Mungkin jika saya belum menulis jurnal waktu itu, pewawancara saya akan mencoret saya dari daftar penerima beasiswa tersebut karena minim publikasi.

Kini setelah saya kuliah, lembaga beasiswa yang memberikan dana kepada saya terus mensupport awardeenya agar tetap aktif melakukan penelitian. Ada insentif tambahan bagi mahasiswa yang berhasil menerbitkan jurnal ilmiahnya di sebuah jurnal internasional yang memiliki peringkat Q 1 dan Q 2. Sebenarnya bukan ke arah insentif yang jadi tujuan utama awardee melainkan sebuah penghargaan kepada Indonesia melalui karya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun