Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pengalaman Mudik Paling Mengharukan di Tengah Pandemi Corona

6 April 2020   12:16 Diperbarui: 8 April 2020   08:18 4666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi Stasiun Pasar Senen di tengah pandemi, sumber: dokpri

Melihat kejadian yang mereka alami, saya semakin setuju dengan tidak dilarangnya mudik. Ada ribuan orang yang sama seperti ibu-ibu di atas di mana ibu-ibu tersebut harus menyembuhkan penyakit serius anaknya di sebuah rumah sakit mumpuni di ibu kota. Ada pula ribuan bahkan jutaan orang yang serupa dengan bapak tua di atas. Bagaimana jika mudik dilarang?

Bisa jadi akan banyak orang yang mungkin meninggal karena kelaparan, penyakit serius dan krisis keuangan seperti di India di mana puluhan orang meninggal karena kelelahan dan kelaparan akibat berjalan sekitar ratusan kilometer karena lockdown dadakan. 

Setidaknya jika mereka mudik ke kampung halaman, beban pengeluaran tidak seberat di ibu kota atau kota-kota besar. Setidaknya jika mudik masih diperbolehkan, orang-orang yang bergantung kepada rumah sakit mumpuni di ibu kota bisa terobati dan menjalani operasinya dengan lancar dan sukses.

Ini juga menjadi PR besar bagi pemerintah ke depannya agar tidak memfokuskan pembangunan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan di ibu kota. Orang-orang bergantung pada ibu kota karena hampir semua fasilitas canggih dan lapangan pekerjaan terpusatkan di ibu kota. Orang-orang berbondong-bondong merantau ke ibu kota selepas lebaran juga karena banyak lapangan pekerjaan ada di sana.

Andaikan semua elemen pembangunan di Indonesia ini merata, orang tidak perlu mudik atau merantau. Cukup berada di kampung halamannya tanpa ada rasa cemas yang berlebihan. Terlebih di saat situasi mencekam akibat pandemi Covid-19 ini. Semua semakin menjadi sulit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun