Mudik di tengah pandemi Covid-19 merupakan sebuah pilihan tersulit dan terberat. Bagi mahasiswa rantau seperti saya, tidak mudik juga merupakan pilihan yang sama-sama sulit.Â
Jika mudik, ancaman yang menakutkan adalah kemungkinan kita membawa virus dan menularkannya kepada keluarga di rumah. Apalagi jika mereka mudik dari wilayah red zone seperti Jakarta dan sekitarnya.
Tidak mudik juga sama-sama membawa ancaman karena berada di wilayah red zone membuat keluarga khawatir setiap harinya. Apalagi di wilayah metropolitan, bukan hanya virus yang berbahaya namun juga tindak kriminal yang sama bahayanya.Â
Beberapa daerah kos-kosan di Depok sudah sangat sepi, suasana ini mengundang maling dan perampok leluasa melancarkan aksinya. Beberapa warung juga sudah tutup sehingga sangat sulit untuk membeli kebutuhan hidup jika tidak memiliki kendaraan pribadi.
Dengan pertimbangan sulit tersebut, akhirnya saya memilih untuk mudik ke kampung halaman di daerah Jawa Tengah yang mana memiliki jarak tempuh 5-6 jam dari Jakarta. Ada alasan lain kenapa saya memilih mudik karena selain situasi yang saya sebutkan di atas, juga karena alasan ekonomi.Â
Dengan mudik, pengeluaran saya tidak begitu membengkak. Saya juga memilih keluar dari kosan, menitipkan barang di rumah teman supaya tidak usah membayar iuran kos bulanan yang tidak murah.
Pemerintah juga tidak melarang mudik, hanya saja membatasinya. Hal ini bisa dilihat moda transportasi seperti kereta api yang masih melayani penumpang.
Saya memilih mudik menggunakan moda transportasi kereta api karena selain lebih aman juga sangat cepat. Pemerintah benar-benar sangat ketat dalam urusan mudik ini. Di Stasiun Pasar Senen, beberapa kursi tunggu diberi tanda X agar jarak antara satu orang dengan orang lain tidak berdekatan.
Begitu pula dengan tempat mengantre pemeriksaan tiket. Hanya saja, di tempat pemeriksaan tiket, banyak calon penumpang yang tidak mengindahkan aturan. Mereka masih berdesak-desakan padahal sudah diberi garis pembatas antara satu orang dengan orang lainnya.
Di tempat mengantre terdapat petugas yang membawa termometer untuk mengukur suhu calon penumpang. Jika calon penumpang mempunyai suhu tubuh di atas batas normal maka calon penumpang tersebut dilarang meneruskan perjalanannya ke kampung halaman.