Mohon tunggu...
Mohammad Rusdi
Mohammad Rusdi Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tawa di Tepi Sungai: Pertarungan Identitas dalam Pelukan Kekuasaan

7 Juni 2024   15:04 Diperbarui: 7 Juni 2024   15:27 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

oleh : Mohammad Rusdi

Di tepi Sungai Merah yang mengalir tenang, terhampar sebuah desa kecil bernama Kampung Damai. Namun, kedamaian itu hanya sekadar ilusi bagi penduduknya. Di balik senyum-senyum yang terlihat, tersembunyi ketegangan yang mendalam.

Di Kampung Damai, ada dua kelompok yang saling bertentangan. Kelompok pertama adalah rakyat jelata yang hidup sederhana, menggantungkan harapan pada pertanian dan hasil sungai. Mereka hidup dalam kesederhanaan dan berpegang teguh pada tradisi nenek moyang.

Di sisi lain, ada penguasa desa, Bambang Wirawan, yang telah lama berkuasa di Kampung Damai. Bambang memerintah dengan tangan besi, menuntut pajak yang tak masuk akal dari rakyat jelata dan menekan siapapun yang berani menentangnya. Kekuasaannya telah menyulut kemarahan di kalangan rakyat jelata.

Konflik semakin memuncak ketika Bambang Wirawan mengumumkan rencana pembangunan pabrik di tepi Sungai Merah. Rakyat jelata menolak keras rencana ini, karena mereka yakin bahwa pabrik tersebut akan merusak lingkungan dan mengancam sumber mata pencaharian mereka.

Namun, Bambang Wirawan tidak menghiraukan protes rakyat. Dia mendapat dukungan dari pihak-pihak berkuasa yang lebih tinggi, dan bersikeras untuk melanjutkan proyeknya. Rakyat jelata merasa terpinggirkan dan tak memiliki suara dalam keputusan yang akan memengaruhi masa depan mereka.

Di tengah keputusasaan dan ketegangan, muncul seorang pemuda bernama Joko, anak seorang petani. Joko tak rela melihat desanya diinjak-injak oleh kekuasaan yang zalim. Dia memimpin gerakan perlawanan rakyat jelata melawan pembangunan pabrik.

Dalam perjalanan perlawanan mereka, Joko bertemu dengan Cinta, seorang gadis cantik dari kalangan penguasa desa. Awalnya, Joko ragu untuk mendekati Cinta karena perbedaan status sosial mereka. Namun, lambat laun, keduanya saling jatuh cinta dan menyatukan tekad untuk melawan ketidakadilan yang terjadi di Kampung Damai.

Pertempuran antara rakyat jelata dan penguasa desa semakin memanas. Namun, di tengah konflik tersebut, ada momen-momen kecil yang memperlihatkan bahwa persatuan dan persaudaraan masih ada di antara mereka. Tawa-tawa kecil di tepi Sungai Merah menjadi simbol keberanian dan keteguhan hati dalam menghadapi tantangan.

Akhirnya, dengan kerja keras dan keberanian mereka, rakyat jelata berhasil menggagalkan rencana pembangunan pabrik. Bambang Wirawan terpaksa mengakui kekalahan dan menghapuskan rencananya.

Meski kemenangan ini tidak datang tanpa pengorbanan, tapi kemenangan ini mengingatkan semua orang bahwa kekuatan sejati ada pada persatuan dan keberanian untuk berjuang demi keadilan. Tawa-tawa di tepi Sungai Merah kembali mengalun, kali ini sebagai ungkapan kebahagiaan atas kemenangan mereka dalam pertarungan identitas dalam pelukan kekuasaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun