Mohon tunggu...
Penaku
Penaku Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak-anak Pelosok Negeri

Menulis adalah Bekerja untuk keabadian. Awas namamu akan abadi dalam tulisannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terimakasih untuk Rumah Nyamanmu

1 Agustus 2022   21:38 Diperbarui: 1 Agustus 2022   21:44 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Berhutan. Gambar via Pixabay 

Perjalanan kemarin-kemarinnya mungkin seputaran kampus saja tetapi kali ini adalah dalam suatu visi yang sama, ala-ala turun survey dengan bekal secukupnya, menyongsong tahun politik sebagai pencetak siapa lagi yang elektabilitasnya tinggi.

Mahasiswa turun bukan atas nama mahasiswa, akan tetapi atas nama ikatan kelembagaan tim pengambilan data pada pelosok-pelosok yang telah ditentukan. 

Terlepas dari itu, aku dan kakak Himpunanku ini kebetulan berada pada wilayah yang sama, meskipun beda kecamatan, tapi masih lingkup Kolaka, setidaknya bukan kesepian yang menaungi tapi bersama untuk saling bersinergi. Komunikasi intens dan berkesinambungan, tetapi hujan menjadi alasan untuk beberapa kali mengambil jeda dari pada harus basah kuyup. 

Kendari, Konsel, Konawe, Kolaka Timur, sampai pada Kolaka. Lima rute tempatnya, semua bukan kepalang jauhnya. Tapi ini bukan Kendari atau konsel sorotan utamanya tetapi Konawe dan Koltim menjadi penyejuk rasa untuk mula-mula. 

Unaaha tepatnya. Suatu wilayah pedesaan sebelum menjamu ke jantung kota, dengan hamparan sawah hijau sejauh mata memandang. Riuh angin membelai dengan sejuk, dengan beberapa ternak tani yang sedang merumput. Terlalu alay untuk yang telah terbiasa hilir mudik dengan panorama ini barangkali, tetapi bagi kita dua orang, ada sensasi baru. Setiap tempat adalah momentum untuk mengukir kenangan. 

Berkendara motor berjam-jam tanpa beristirahat adalah seni dalam menyiksa diri. Kami seyogyanya adalah pengelana yang tumben pergi kesana. Selain dari pada tugas serampangan, tujuan besar lainnya adalah "sekalian Jalan-jalan" sebuah alibi untuk meraibkan sejenak rasa capek. Maka terhitung beberapa kali kami harus istirahat. Itu karena hujan, juga plus meregangkan tubuh yang pegal. 

Waktu semakin berlanjut, kini portal hijau telah terlewati. Sebuah pintu gerbang menuju tempat masa lalu yang masih otentik dengan ciri khas kedesaannya. Mengapa demikian, bagaimana tidak, disini sepanjang berkendara mulut tidak henti-hentinya memuji. Mahakarya sang pencipta begitu indah dibalik kampung yang asri dan mengingatkan pada masa kecil dulu. 

setiba di Kolaka Timur, dipenuhi deretan pegunungan hijau rimbun dan sepanjang jalan rumah warga sekitar memanjang. Sementara samping kiri kanan, mata dengan merdeka menyorot semua pemandangan alami itu. Barangkali kalian yang dari kolaka atau bombana menganggap terlalu berlebihan melihat tulisan ini, tapi barangkali bagi kami sungguh luar biasa. 

Jalan beraspal dengan liukkanya berada diantara perut rimba. Tebing-tebing mendekati tepian jalan menambah kekaguman juga kengerian yang dahsyat. "Ini kalau kita jatuh, hilang jejak bang" kataku.

Motor terus melaju, sementara kami tidak terlalu peduli dengan tubuh yang butuh istirahat untuk peregangan. 150 KM telah ditempuh dengan tertatih-tatih, kebayang jika suatu waktu naik mobil tertutup, maka akan banyak keindahan yang terlewatkan.

Dalam perjalanan yang cukup menguras daya ini, ada sedikit makna hidup yang merupakan suatu prinsip, bahwa sesungguhnya manusia dalam kehidupan ini berjalan menuju keabadian. Tidak bisa tidak setiap manusia pasti harus capek dulu untuk menuju tempat hakiki ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun