Suasana sore yang sejuk, tawa riang anak-anak suku wajo, menjadi warna tersendiri dari hiruk-pikuk penanaman pohon mangrove.Â
Disuatu tempat pinggiran kota Kendari, masih ada harapan dari tabungan oksigen yang bersih untuk kelangsungan masyarakat sekitar, dalam hal ini pada titik wilayah Bungkutoko kecamatan Abeli, Kendari.
Sore dengan angin sepoi-sepoi, juga melambai menyapu tiap-tiap jiwa. Manusia yang mencari keteduhan sekaligus membibit tanaman hijau dipinggir rawa, kali, sampai pada wilayah pesisir sudah menjadi identitas Nusantara yang kaya akan flora bahari.Â
Biarkanlah burung bercericit malu diatas ranting Magrove yang rimbunnya, menyaksikan sepasang kasmaran disudut-sudut yang sulit terjangkau pandangan mata.Â
Disana masih ada lahan kosong. Jejak-jejak tapak kaki membekas dengan berbagai dimensi ukuran. Tentu anak-anak kecil mendominasi hari yang bersahaja, tawa riang dan senyum mereka adalah kebahagiaan tersendiri yang patut lestari. Dari kota ke daerah pinggiran, semerbak laut pasti menyusup dalam Indra penciuman. Ditanam dalam sanubari menjadi kehidupan yang hakiki.
Dari sudut tertentu, tertangkap fenomena kehidupan yang betul-betul diperjuangkan, dibalik panorama sekitar yang hijau ada manusia pekerja keras dengan berpeluh-peluh mencari nafkah untuk keluarga. Lebih tepatnya pergi pagi Shubuh, pulang sore malam.Â
Saat senja hampir menjelang, riak laut sedang tenang. Pada batu-batu kerikil yang tersusun rapi menjadi pijakan dan jalan perantara yang menjadi saksi bisu bahwa ada nafas kehidupan yang berjalan. Lagi-lagi tentang pesona alam bunggkutoko dengan rerimbunan Mangrovenya memproduksi udara murni menentramkan hati.
Pada sudut-sudut lain, kebahagiaan mereka menjadi bahan perenungan tersendiri bahwa masa kecil memang masa yang indah untuk dikenang, sebuah fase kehidupan belum mengenal cinta dari masalah yang menghinggapi kedewasaan seseorang.