Mohon tunggu...
Penaku
Penaku Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak-anak Pelosok Negeri

Menulis adalah Bekerja untuk keabadian. Awas namamu akan abadi dalam tulisannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keakuan (Diri) dalam Menempatkannya

20 Maret 2022   07:04 Diperbarui: 20 Maret 2022   07:37 1923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam gulirnya roda kehidupan, tak pernah disangka-sangka sesuatu hal yang tiba-tiba menghentakkan ke akuan, memaksa diri untuk berhenti bersikap pongah.

Sebelum sesuatu yang tiba-tiba itu merenggut, nampaknya ke akuan hanya terbiasa untuk berada dalam ranah kesenangan atau lazim disebut berada dalam "Zona Nyaman". Seperti misalnya disekitar kita ada fenomena musibah menimpa seseorang, tak ada satu pun empati yang kita hadirkan dalam diri karena menganggap bukanlah kita sendiri yang merasakannya. 

Ini sebenarnya melatih kebiasaan egois dalam sesuatu yang disebut dengan ke akuan(diri) itu. Semua sepakat bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang tak bisa bernafas dan melangkah sendiri namun harus selalu merangkul dan bergandengan tangan. 

Dalam keniscayaan sebagai makhluk sosial harus tahu dalam memposisikan diri. Karena terlepas dari realitas mahkluk sosial, kita juga adalah makhluk individualitas. Yah, kumpulan dari berbagai individu yang berinteraksi dalam lingkaran wilayah pergaulan. 

Semua memiliki potensi untuk mendapatkan musibah, bahkan seringkali sesuatu yang menimpa seseorang yang kita saksikan sendiri di depan mata, dianggap itu suatu kekonyolan sehingga gelak tawa tak terelakkan. Tetapi dirinya sendiri tidak pernah berfikir bahwa kemungkinan dirinya besok akan mengalami hal yang serupa. 

Suatu ketika penulis pernah menjumpai kejadian yang mirip dengan kasus di atas. Salah seorang kawan menertawakan temannya karena dia melakukan penarikan uang melalui ATM BRI dan sayangnya kartu Atm-nya tertelan dan tak bisa diambil kembali. Kawan ini sontak meledek bahkan tertawa kegirangan karena merasa lucu dengan nasib temannya ini. 

Selang beberapa bulan setelahnya Kawan yang menertawakan temannya ini mengalami hal yang serupa. Suatu ketika disuatu tempat penarikan uang dia hendak mengambil uang beasiswa kuliahnya yang cair melalui Mesin ATM, namun kartunya pun juga tertelan mesin karena terlampau lama untuk ditarik karenanya, alhasil kawan ini pun juga menjadi bahan ledekan dan tawa oleh temannya yang dulu ditertawainya. 

Ini seperti karma atas keangkuhan diri karena tertawa diatas penderitaan orang lain, ihwal ini jangan sampai dianggap perkara yang sepele. Kehidupan tak selamanya mulus berjalan, tetapi akan selalu ada proses yang dilalui dengan kejadian secara tiba-tiba yang tak diduga. Ingat ! Kodrat manusia pasti ada ujiannya. 

Sesuatu yang wajar jika seseorang itu memiliki egois dalam dirinya, karena itu manusiawi. Namun jangan sampai menggiringnya pada sikap antipati sosial karena jarangnya interaksi melalui pola silaturahmi.

Siapapun yang kita jumpai dalam aktivitas keseharian, jika itu berada dalam posisi kemuskilan dan hadirnya kita ditempat tersebut sekiranya bisa membantu, maka tunggu apa lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun