Mohon tunggu...
Penaku
Penaku Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak-anak Pelosok Negeri

Menulis adalah Bekerja untuk keabadian. Awas namamu akan abadi dalam tulisannya

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Seperti Kiamat

5 Desember 2021   18:16 Diperbarui: 5 Desember 2021   18:28 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semeru: gambar via kompas.com

Sore menyapa dengan menyentak
jiwa-jiwa teduh dibawah atap membelalak
terdengar suara gemuruh menggelegar
semakin terdengar dibawah daun telinga yang sigap

Netra itu menangkap kepulan awan pekat
meluap-luap seperti mendidihkan panas
keluar melalui corong dipuncak sana
memuntahkan cairan panas dan menyembur batu-batu berjatuhan

Perempuan paruh baya dengan cucunya yang setia merasa ini adalah akhir dari segalanya
Inikah Gemuruh Kiamat?

Oh, dimanakah kini harus bernaung
dengan langkah kaki yang dipacu tuk berlari, cemas dan was-was mulai menyusupi dua insan dengan sangkaan takkan hidup lagi

Gemuruh itu semakin menyambar menggelegar bersama kilat dan halilintar
dengan segala sisa tenaga yang ada
kaki semakin kencang berlari
menghindari diri dari gelombang awan pekat yang panas

Rumah-rumah kini hancur lebur
Sang Mahameru kembali tidak berdamai
Dibawah kakinya tak ada lagi kesempatan untuk hidup
tak ada pilihan kecuali berlari secepat mungkin,menghindarkan diri dari kejaran gelombang yang panas ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun