Mohon tunggu...
Penaku
Penaku Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak-anak Pelosok Negeri

Menulis adalah Bekerja untuk keabadian. Awas namamu akan abadi dalam tulisannya

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Api Menyulut di Amarilis

3 November 2021   01:02 Diperbarui: 28 Desember 2021   21:58 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hawa panas menyelimuti
Bunga api mekar diatas tumpukan marah
Berlapis darah dan dendam membara
Hempasan angin semakin meyulut api menyala

Petas kecil mulai melahap satu per satu
bunyi kresek ranting dedaunan kering hancur lebur bersama ranting rapuh tak berdaya luluh lantahkan semua ragu

Api Menyulut semakin tak terarah
Jiwa bersiteru dengan kenyataannya pilu tak ubahnya seperti batu diatas bara mendidihkan asa, dan raga diatas daya yang tak berupaya

Api perlahan mereda setelah tumpukan amarah terbakar sudah, menyisakan sisa merah hawa panas dan debu menyatu menumpukkan puing-puing pilu berterbangan terhempaskan bersama lega bahagia

Sesaat mendingin di atas bukit tinggi menyaksikan kerlap cahaya sejauh mata memandang, tertawa diatas asap mengepul sisa api membakar, melahap dan sedikit beraksi dalam gulita, tawa nyaring memecah sunyi, dendam berkepanjangan masih  saja ada

Musafar Ukba, Amarilis 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun