Pemimpin Takut Allah Swt Taat Syariat Bukan Mengkriminalisasi Syariat
Pada Hari minggu tepatnya pada tanggal 17 februari 2019 telah digelar debat capres putaran kedua di hotel Sultan Senayan, Jakarta. Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa ajang debat capres menjadi sarana untuk menarik hati masyarakat dalam menentukan pilihan presiden mereka pada April mendatang. Dan kesempatan ini tentunya tidak di sia-siakan oleh capres, berbagai janji terkait rencana kepemimpinan 5 tahun mendatang jika mereka terpilih, dikemas dengan bahasa yang apik dalam rangka menarik simpati rakyat. Contohnya capres no urut 01 Jokowi menegaskan butuh keberanian dan ketegasan dalam mengelola negara Indonesia. Jokowi menekankan tidak ada yang ditakutinya kecuali Allah SWT.
Jokowi awalnya mengatakan Indonesia merupakan negara besar dan tidak mudah mengelolanya. Jokowi mengungkap dia sudah punya pengalaman menjadi wali kota dan gubernur.
"Rakyat Indonesia yang saya cintai, mengelola negara sebesar Indonesia ini tak mudah, tak gampang. Sangat beruntung sekali saya punya pengalaman mengelola kota sebagai wali kota, Provinsi, dan 4,5 tahun ini mengelola negara kita Indonesia", kata Jokowi di panggung debat di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019) malam.
Karena itu, butuh ketegasan dan keberanian dalam membuat kebijakan. Jokowi mencontoh pemerintahannya membubarkan mafia migas petral, merebut Blok Rokan dan Blok Mahakam serta sudah menguasai 51 persen saham Freeport.
"Kita ingin negara ini semakin baik dan saya akan pergunakan seluruh tenaga yang saya miliki, kewenangan yang saya miliki. Tidak ada yang saya takuti untuk kepentingan nasional, rakyat, bangsa negara. Tidak ada yang saya takuti kecuali Allah SWT untuk Indonesia maju," dia menambahkan.
Memang sudah sepantasnya seorang pemimpin takut pada Allah Swt. Karena besarnya pertanggung jawaban seorang pemimpin di yaumul akhir kelak. Itulah yang membuat Khalifah Umar bin khattab kerap menangis, karena rasa takutnya pada Allah, khawatir berlaku dzalim dan tidak adil terhadap umat. Bahkan apabila ada seekor unta yang jatuh sekalipun, akibat jalan yang tidak rata itu ia khawatirkan akan pertanggung-jawabannya kelak di hadapan Allah karena khawatir berlaku dzalim bahkan terhadap binatang sekalipun. Beliau juga kerap melakukan sidak secara langsung kondisi masyarakat yang beliau pimpin. Pernah pada suatu malam ia menjumpai seorang wanita yang tengah memasak batu demi mengalihkan perhatian anaknya yang sedang menangis karena lapar, bahkan wanita tersebut mengatakan bahwa ini semua ulah amirul mukminin yang tidak mengurusi rakyat sehingga ia dan keluarganya kelaparan. Saat itu juga Umar langsung pergi ke baitul Mal dan memanggul sendiri 1 karung gandum dan daging untuk ia bawa kepada wanita tadi, bahkan ketika sahabatnya Aslam menawarkan bantuan ia menampiknya seraya berkata "Apakah engkau mau menanggung dosaku di yaumul akhir akibat perbuatanku?".Â
Itulah sepatutnya sikap seorang pemimpin yang hanya takut kepada Allah Swt. Seorang pemimpin sekaliber Khalifah Umar bin khattab yang sudah tentu menerapkan syariat Islam pun masih merasa takut kepada Allah. Dan rasa takutnya ini dibuktikan dengan perbuatannya sehari-hari untuk sekuat tenaga memperhatikan kebutuhan rakyatnya secara Adil.
Semestinya takut pada Allah bukan sekedar ucapan tetapi kesesuaiannya dengan perbuatan. Bagaimana mungkin seorang pemimpin yang mengaku hanya takut pada Allah tapi disisi lain menolak bahkan mengkriminalisasi Khilafah, padahal Khilafah adalah ajaran Islam yang hanya dengan khilafahlah hukum hukum Syariat yang berasal dari Allah bisa diterapkan secara kaffah. Dan Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta bisa kita rasakan. Ketika seorang pemimpin ingkar terhadap apa yang Allah perintahkan dan menolak hukum Allah tegak dalam bingkai Khilafah maka seharusnya itulah yang ditakutkan akan dimintai pertanggung-jawabannya kelak. Alih-alih bertindak adil terhadap urusan rakyat, hukum buatan manusia bisa mendzalimi rakyat, Â bahkan sudah jelas kita rasakan bahwa himpitan ekonomi semakin tinggi, rasa aman dan nyaman sangat jauh dari harapan, tindak kriminal merajarela, serbuan gaya hidup bebas ala barat merusak generasi muda kita dan seabrek kedzaliman lainnya.
Miris sekali rasanya melihat kondisi bangsa ini, ungkapan "hanya takut pada Allah" yang dilontarkan pemimpin negri ini bertolak belakang dengan kebijakan yang dilakukan.Â
Padahal tanggung jawab seorang pemimpin itu amatlah besar. Saking takutnya pemimpin negri sampai-sampai dia bisa memalingkan dirinya dari segala hawa nafsu kenikmatan duniawi karena sibuk memikirkan dan mengurusi umat. Seperti layaknya Umar yang hanya makan gandum dan minyak ketika musim paceklik tiba.Â
Dan di bajunya terdapat 14 tambalan ketika ia menjabat sebagai amirul mukminin. Inilah sosok pemimpin yang jujur bahwa ia takut pada Allah dan Hari penghisaban.Â
Berbeda sekali dengan kondisi pemimpin kita saat ini.Â
Ucapan takutnya Jokowi kepada Allah apakah ucapannya itu hanya sekedar lips service guna menarik simpati rakyat dalam rangka mendulang suara dalam pilpres nanti? Jika ini yang benar benar dilakukan maka bersiaplah menunggu perhitungan dari Allah Swt. Abu Ja'la (ma'qil) bin Jasar r.a berkata: "Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Tiada seorang yang diamanati oleh Allah memimpin rakyat kemudian ketika ia mati ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti Allah mengharamkan baginya surga". (Bukhary, Muslim).
Pembubaran ormas Islam yang menyeru pada tegaknya sistem Islam di muka bumi ini pun menjadi 1 lagi bukti ketidakadilan yang dilakukan oleh pemimpin. Sangat jelas ini bukan makna takut kepada Allah Swt
Sudah saatnya pemimpin negri ini bertaubat. Wujudkanlah rasa takutmu pada Allah Swt dengan kembali pada Islam. Wujudkanlah ketaqwaanmu dengan menjalankan seluruh perintahNya dan menjauhi laranganNya. Gunakanlah kekuasaanmu untuk menerapkan syariahNya di muka bumi ini. Ibnu Umar r.a berkata : "Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda : "Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung-jawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggung-jawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggung-jawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan- jawaban) dari hal-hal yang dipimpinnya". (Bukhary, Muslim). Wallahu' Alam bishowab
Bunga ayu Wiryanti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H