Meriah, dinamis, 24 jam tak pernah mati! Itulah komentar dua rekan saya dari Glasgow Inggris tentang Banda Aceh. Mereka singgah di kota ini setelah mengikuti konferensi di KL, Malaysia. Komentar ini tidak mengada-ada. Kenyataannya demikian. Hampir setiap sudut kota kini banyak usaha yang hidup 24 jam. Dari retail, laundry, apotik, rumah sakit, warnet, game online hingga cafe. Yang disebut terakhir, cafe, benar-benar telah menghidupkan Bandar Islami, sebutan baru untuk kota ini, siang malam. [caption id="attachment_90589" align="aligncenter" width="284" caption="Salah satu Cafe di Banda Aceh"][/caption]
Cafe-cafe dipenuhi oleh penguasa masa depan kota, yaitu kawula muda. Tidak hanya pemuda, tetapi juga remaja putri. Mereka benar-benar generasi native digital, sebutan untuk penduduk asli dunia cyber. Betapa tidak, seandainya bapak-bapak mereka datang kesini, betul-betul akan menjadi alien, terasing ditengah keramaian. Laksana suku pedalaman masuk kota. Budaya warung kopi yang diwarnai debat-debat panjang bersama timphan, bada dan kawan-kawan. Kini digantikan Cafe dengan hal-hal yang sukar dipahami generasi "keude kupi". Wifi, facebook, twitter, farmville, mafia wars, forex dan poker: kue jenis apa ini?
[caption id="attachment_90593" align="aligncenter" width="300" caption="Suasana ChekYuke Cafe, Pinggir Sungai Krueng Aceh"]
Untungnya pemerintah kota tidak gaptek (baca: gagap teknologi). Setelah me-launching VBAY (Visit Banda Aceh Year) 2011, kini Mawardi cs kembali meluncurkan BAICC (Banda Aceh Islamic Cyber City). Maksudnya mungkin Banda Aceh sebagai kota cyber (di internet) yang Islami. Dimana netizen (penduduk kota cyber) hanya mengakses informasi yang islami. Tetapi apakah kenyataannya demikian? Mari kita lihat.
[caption id="attachment_90594" align="aligncenter" width="300" caption="Logo Banda Aceh Cyber City"]
Memang tidak ada yang kaya mendadak lewat permainan ini. Butuh usaha dan jam terbang tinggi untuk meraih banyak poin. Seperti layaknya game online yang mendapatkan uang dari menjual kembali accesories dan bonus permainan. Begitu juga dengan Poker. Poin yang ada dapat ditukarkan dengan sejumlah uang. Siapa yang tidak mau sambil bermain dapat uang? Masalahnya apakah itu bukan judi? Dari namanya saja kita tahu bahwa Poker adalah salah satu permainan judi. Apakah kalau dilakukan online juga judi? Biarlah para ulama yang menjawab. Dan para legislatif yang menyusun qanun kalo memang itu judi. Cuma, apakah tidak ada cara lain untuk menghasilkan uang di dunia cyber dengan cara-cara islami? Harus ada alternatif.
Sebenarnya, banyak cara mendapatkan uang di internet, selain judi dan game online. Walau tidak semudah membalikkan telapak tangan. Salah satunya dengan menjadi internet marketer (pemasar di internet). Banyak barang/jasa halal bisa dijual di pasar tanpa batas ini. Contoh sederhana: memasarkan VBAY 2011 dengan segala produk Aceh ke dunia internasional. Dari paket wisata, e-tiket, souvenir, promo cafe/restoran, hingga krupuk mulieng dan kupi ulee kareng, semua bisa dijual. Masalahnya, mungkin kita masih kurang ilmu. Amazon.com saja bisa kaya raya dengan hanya menjual buku.
Bila pemerintah serius, para "penjudi online" ini bisa dibina dan diberikan insentif untuk mensukseskan VBAY 2011. Misal, dengan mengajarkan SEO (ilmu dasar para internet marketer). Dengan ilmu ini, mereka bisa menarik para turis berbondong-bondong datang ke Banda Aceh. Pemasaran di Internet jauh lebih efektif ketimbang media lain bila pasarnya dunia. Tanpa kerjasama, "besi habis arang binasa". Capek, tapi hasil sedikit. Lihat saja website wisata  140 juta tender 2010 pemerintah kota (http://bandaacehtourism.com).  Situs tersebut hanya berisi foto-foto flash yang "berat" dan beberapa berita seremonial. Miskin strategi, menu, contents dan aplikasi sosial.
Situs ini hanya punya alexa rank (rangking di Internet) diatas 4 juta. Dan dikunjungi 100-200 user perhari, dari sekitar 2 milyar pengguna internet. Tetapi itu masih lebih bagus dari website wisata Pemprov Aceh, http://acehtourismagency.com, yang berada pada posisi 14 jutaan dari 25 juta lebih website dunia. Tapi mungkin ini wajar, mengingat kosongnya kepemimpinan Dinas Pariwisata Aceh hingga saat ini. Seandainya tidak harus seorang Doktor, sebenarnya banyak yang berminat untuk membantu pariwisata Aceh. Banyak hal yang bisa dilakukan. Saya juga mau (narsis.com mode on). ;)
[caption id="attachment_90595" align="aligncenter" width="245" caption="Nyak Halimah dan Apa Mae pun akan beruntung bila banyak yang berkunjung ke kota ini"]
[caption id="attachment_90596" align="aligncenter" width="300" caption="Semoga Banda Aceh tidak menjadi Kota Judi Online!!"]
Catatan: dimuat di edisi offline Gema Baiturrahman, Jum'at 18 Januari 2011.