Mohon tunggu...
Muslim Amiren
Muslim Amiren Mohon Tunggu... Dosen - Seorang futurist, easy going, dan berharap hidupnya bermanfaat banyak bagi diri, keluarga dan masyarakat sekitar

Dosen FMIPA, Jurusan Informatika. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. Usaha: NTA TOUR TRAVEL (tour operator dari Aceh untuk Dunia) Visi: Menjadi rahmatan lil Indonesiain. Misi: Menulis, merawat ingatan, melawan lupa. Hp/WA: 085277224606, email: ntatourtravel@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tsunami Cinta di Negeri Sakura

18 Maret 2011   10:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:41 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_95765" align="aligncenter" width="275" caption="Hamamiyama Park"][/caption]

Musim semi baru saja mengucapkan selamat datang untuk Fukushima, Jepang. Salju yang selama ini menutupi sebagian besar negeri, kini telah mencair dan hilang. Diganti bunga-bunga sakura berwarna ceria. Hanamiyama Park biasanya sepi, kini dipenuhi orang-orang yang ingin menikmati pemandangan alam indah ini. Begitu juga Sayuri, gadis ayu yang masih berusia 21 tahun, yang baru pindah ke Perfecture Fukushima dari Tokyo ikut ayahnya yang dipercayakan sebagai Kepala PLTN Nuklir Fukushima. Mereka melewatkan minggu pertama sebelum ayahnya masuk kerja dengan berkunjung ke taman tersebut.

Semua senang. Terutama ibu Sayuri, Megumi, yang merasa sudah sangat lama tidak mendapatkan kesempatan seperti ini. Sudah menjadi rutinitas harian sang suami selalu sibuk bekerja, dan hampir selalu larut malam baru pulang. Sementara Sayuri, gadis semata wayangnya sibuk menyelesaikan S2 di Tokyo University. Bukan ingin mengikuti jejak ayahnya dengan kuliah di Teknik Tenaga Nuklir. Tetapi katanya, mencari cara aman bila terjadi sesuatu dengan reaktor-reaktor nuklir tersebut. Tak aneh, jika kedatangannya kesini selain menemani Bapaknya, juga mencari bahan untuk tesisnya ”Disaster Recovery of Nuklir Explosion”.

===================================

Berkelana dan berwisata ke negeri yang jauh menjadi sebuah obsesi generasi muda Jepang. Begitu halnya yang terjadi pada Sayuri muda. Ia tidak mau ketinggalan. Setelah menamatkan S1 dalam usia yang tergolong relatif muda yaitu 19 tahun, dia memutuskan untuk memulai petualangan dalam hidupnya.

Yups…jalan-jalan.

Let’s do it!.

Semangat itu semakin membara dalam jiwa mudanya sama seperti derasnya aliran darah yang mengalir dalam setiap ujung nadi kehidupannya.

Around the world! Yu..huuuu…

Berselancar dengan peta kehidupan:

Berangkat dari Tokyo- Shanghai- Beijing – Hong Kong- Singapore- KL- Bali- Adelaide -Tokyo. Dengan berbekal kamus bahasa Inggris dan jaringan teman-teman di facebook dan twitter, Sayuri bersiap untuk mengawali perjalanannya. Kegigihan serta niatnya untuk dapat berkelana di seluruh pelosok dunia, didukung oleh orangtuanya yang mempunyai fikiran terbuka. Mereka malah berharap Sayuri menemukan teman-teman baru selama perjalanannya. Karena selama ini, Sayuri dikenal sebagai seorang gadis yang hanya berkawan dengan buku, buku dan buku. Paling-paling juga dengan Michiko, anjing setia kesayangannya. Selebihnya dia mengurung diri di kamar dengan buku-buku dan tugas-tugas kuliahnya. Dan tak heran jika kuliahnya pun kelar hanya dalam jangka waktu 3 tahun.

Bagi Sayuri, sebenarnya ada banyak hal lain ingin dikejarnya. Ada jawaban yang ingin dicarinya diluar sana. Selama kuliah di S1 Teknik Nuklir Tokyo University, dia banyak belajar tentang penciptaan alam. Bahwa; bintang, matahari, bumi dan bulan berasal ledakan nuklir bintang atau Supernova dengan fenomena Mawar Merah di udara. Banyak buku yang sudah dia baca, bahwa alam ini terjadi dengan sendirinya. Termasuk ilmuwan kondang, Stephen Hawking menyatakan bahwa alam ini tercipta dari ledakan inti air padat.

Tidak ada peran Tuhan di dalamnya. Cuma yang memenuhi benaknya, air padat itu dari mana asalnya???

Siapa yang membuatnya???

Wuihhh… pusing!!!

Belum ada yang memuaskannya, tidak juga ayahnya, ahli Nuklir Jepang!

Dia harus mencari jawaban di luar sana. Dan jawabannya adalah dengan Keliling bumi!

========

Kelana dimulai. Hong kong menjadi labuhan pertama yang memulai gairahnya menguber tak terhentikan. Memulai wisatanya dari Di negara Jackie Chan itu, Sayuri kembali mengorek ulang ingatannya akan asal usul kata Hong Kong. Dalam sebuah Buku yang sempat ia kupas habis, nama “Hong Kong” (HK) berasal dari bahasa Kanton atau nama Hakka yang artinya “fragnant harbour” (pelabuhan yang harum) dalam bahasa Inggris. Sebelum 1842, nama itu asalnya merujuk pada teluk kecil –kini Aberdeen Harbour/Little Hong Kong—antara pulau Ap Lei Chau dan sisi selatan HK Island.

·Cable Car atau”kereta gantung” yang membentang sepanjang 5,7 kilometer, menghubungkan Tung Chung dengan Ngong Ping, menjadi tujuan pertama Sayuri. Beranjut,

·Ngong Ping Village-obyek wisata Giant Budha, patung Budha.Giant Buddha(Tian Tan Buddha) merupakan patung Buddha raksasa yang terbuat dari perunggu seberat 250 ton dengan tinggi 34 meter dan resmi dibuka sejak tahun 1993. Dan untuk mencapai Giant Buddha kita harus bersiap menapaki 268 anak tangga.

·Po Lin Monastery— salah satu biara legendaris di Hong Kong. Di pelataran biara ini banyak umat budha yang sedang melakukan ritual ibadah, menghadap Giant Buddha.

·VictoriaPeak— sebuah gunung dengan ketinggian 552 meter, tertinggi di Hong Kong, bisa dicapai dengan Peak Tram, sebuah kereta yang dibuat dan mengalami perbaikan sejak 1888. Dari dalam tram Sayuri bisa nikmati pemandangan pulau Hong Kong dengan kepuasan yang tak terkira harganya.

·PeakTower— sebuah menara di Victoria Peak yang juga menjadi pemberhentian paling atas Peak Tram.

·Madame Tussaud’s– museum patung lilin berbagai tokoh kenamaan dunia.

·Sky Terrace(TerasLangit) — memandang panorama HK yang gemerlap.

·Symponyof Light— spectacular multimedia display yang sudah dikenal sebagai “World’s Largest Permanent Light and Sound Show” oleh Guinness World Records. Dinikmati di Terminal Star Ferry Tsim Sha Tsui.

======================================

Setelah puas dengan Hong Kong, Guangzhou menjadi buruan dengan wisata belanja murah yang berpuluh kali lipat di banding Tokyo. Terus berlanjut dengan kereta api cepat (360km/jam).

”Hebat kali perkembangan China,” batinnya. Padahal kereta Jepang saja baru bisa melaju 310 km/jam. Di Shanghai, dia melihat Patung Budha Emas di YuYuan Garden. Menaiki Shanghai Tower untuk melihat seluruh sudut kota berpenduduk 25 juta jiwa tersebut, hingga melihat jembatan laut terpanjang di dunia (18 km) dari atas menara. Hampir dia lupa dengan tujuan jalan-jalannya. Teringat kembali ketika melihat the Great Wall di Beijing. Salah satu ciptaan manusia yang kelihatan dari bulan. Ah bulan, dan juga planet lainnya, begitu stabil hingga tidak saling bertabrakan. Adakah alam ini begitu cerdas? Tidak adakah yang mengatur semua ini? Hal itu terus berkecamuk di kepalanya hingga ia memasuki dalam Malaysia Air yang membawanya ke Kuala Lumpur tengah malam itu.

==========

Kuala Lumpur masih terlalu pagi ketika pesawatnya menjejak bandara KLIA. Masih terasa sisa-sisa gelap malam. Apalagi lampu-lampu KL yang nampak jauh disana. Hanya siluet putih di ufuk timur yang menandakan pagi segera tiba. Sayuri segera bersiap. Menurut kawannya, kalau mau naik Twin Tower, dia harus segera antri sebelum jam 7 pagi disana. Setengah berlari dia menaiki kereta antar bandara untuk mengambil bagasi di sana. Setelah mengambil bagasi, dia memilih kereta api cepat 28 menit dari KLIA ke KL Sentral, sebelum menuju Twin Tower. Ketika tiba disana, rupanya ia masih sangat kepagian. Jam menunjukkan 6.15 pagi. Belum ada orang disana. Baru ada petugas bersih-bersih. Akhirnya dia memutuskan menikmati nasi lemak seberang jalan dan segelas coppucino.

Twin tower, I’ll hit u after full!

==============================================

Entah kenapa, dia berada di tempat ini sekarang. Aceh. Padahal sama sekali tidak ada dalam rencana yang telah ia susun pada hari-hari yang lalu. Dia pingin ke Bali. Tapi tidak tahu mengapa ia bisa sampai ke Aceh? Yups…semua jawabannya dapat diketemukan gara-gara rasa penasarannya pada salah satu facebookersnya: Arby, yang selama ini banyak bercerita tentang orang-orang yang terkena musibah tsunami dan bagaimana kesabaran serta kegigihan mereka untuk bangkit. Hampir sama kayak semangat orang Jepang pasca pemboman Nagasaki dan Hiroshima.

Bandara Sultan Iskandar Muda. Seorang supir taksi menyapanya:

“You go to city”?

“No, I have a friend”. Sayuri menjawabnya dengan sopan.

Disana, Arby, wajah yang tak asing lagi itu menyambutnya dengan senyum yang paling manis. Melebihi manisnya senyum yang sellau menghiasi profil depan di facebooknya. Saking gembiranya, hampir saja dia memeluk pemuda itu, andai Arby tidak meletakkan jari kelingkingnya di bibir, sambil berdesis

”Ssssssst” dengan suara yang membesar .

”What’s wrong?” dia bertanya.

”I’ll explain in my car” sahut Arby.

Sesampai di mobil, bukan penjelasan yang di terima Sayuri, tetapi secarik kertas yang berisi:

When the sky is rent asunder, and it becomes red like ointment” (Q.S. Ar-Rahman: 37)”

“What’s this?” tanya Sayuri penasaran.

“That is what you are looking for” Jelas Arby.

“What? How do you know?” Cecar Sayuri tambah penasaran.

Kegembiraan di antara kebersamaan Sayuri dengan pemuda tampan khas pribumi Aceh itu tak bisa dipungkiri lagi. Bahwa Tuhan itu adalah Sang Maha Adil dan Bijaksana dengan segala ketentuan-Nya. Wawasan dan latar belakang yang berbeda bukan menjadi masalah yang mengganggu diantara mereka. Justru hal itulah yang menjadi sihir di antara keduanya untuk saling berbagai kebahagiaan. Kedewasaan dan cara pandang Arby telah sedikit mencuri hati Sayuri. Ia kagum serta terheran-heran jika Arby selalu dengan telaten membimbingnya unuk dapat mengerti akan hal-hal baru yang ia lihat. Senyum manis Arby menjadi pelengkap kelembutannya memperlakukan Sayuri sebagai seorang wanita. Kebersamaan dengan bertabur kebahagiaan itu, seakan berlalu begitu cepat dan singkat. Hingga kabar duka itu merapat di telinga Sayuri. Jumat siang, gempa dengan kekuatan 9,0 skala Richter mengguncang Jepang dengan diikuti Tsunamiyang menyapu pesisir timur negaranya. Sayuri semakin limbung dipangkuan bumi, ia terdiam tanpa air mata mengalir dari sudut sipitnya. Wajahnya yang putih semkain terlihat pucat. Layaknya aliran darah yang tiba-tiba saja berhenti mengaliri sendi-sendi nadi dalam tubuhnya. Sebuah kabar dari telfon genggamnya mengabarkan bahwa Kereta Api yang membawa Ibunya ikut terseret oleh Tsunami. Korban yang banyak menghilang membuat Sayuri semakin mencekam diuber rasa ketakutan. Tak kalah membuatnya terpana, kabar berikutnya adalah Ayahnya ikut hilang bersama 11 orang lainnya yang terkena Reaktor 1 Nuklir Fukushima. Kondisi Sayuri semakin tak bisa terkendali. Kebahagiaan dan kenekatan yang baru saja ia alami dengan menakhklukan belahan bumi manapun seakan luruh tiba-tiba dengan kuasa tak terkendali Penguasa Keputusan. Kesehatan yang berbalut raga ringkihnya, semakin tak bisa berfungsi normal lagi. Pingsan. Bukan hanya sekali saja hal itu terjadi, bahkan semenjak kabar duka pertama ia dapati, ia langsung tersungkur di atas gundukan pasir pantai tempat di mana ia dan Arby menghabiskan lelah bersama setelah seharian berkelana. Sayuri baru tersadar, bahwa ia kini berada di tempat yang sangat asing dari kehidupannya. Tempat yang masih perawan dan sangat sulit untuk dilupakannya bersama seorang pemuda yang selalu mengisi mimpi-mimpi hidupnya layaknya serial komik-komik Jepang Legendaris yang selama ini selalu dilahapnya. Pemuda yang telah mengisi benih-benih cinta dalam kehidupannya. Sayuri tak habis fikir, kenapa ia bisa sampai di sini. Aceh. Tempat baru dan sangat asing baginya. Bahkan untuk pengetahuan ’Bahasa Indonesia’,ia sama sekali tak satupun yang tahu. Tetapi kenyamanannya dengan Arby selama ini seakan menjawab semua kebingungan tentang kehidupan yang ia jalani. Ajaran kehidupan yang ia peroleh dari orang tuanya serta bermilyar-milyar susunan kata yang ia dapat dari tumpukan-tumpukan buku itu tak ada artinya sama sekali oleh pesona yang Arby suguhkan ============================================================= Sendai-Tokyo. Menjawab kebingungan dan kegelisahannya selama di Aceh. Buliran air mata terus berjatuhan saat tatapan matan memandang apa yang ada di hadapannya sekarang. Tokyo tak sama lagi ketika ia berangkat beberapa bulan yang lalu. Gundukan tanah itu tak lagi rata. Rumah itu tak lagi tertata. Semua menghilang terhapus oleh kekuatan Sang Penguasa. Sama dengan penyesalan hati Sayuri. Andai saja ia tak meninggalkan Tokyo, mungkin ia bisa menyelamatkan orang tuanya. Bisik hatinya terus menguber. Pemandangan Tokyo tak lagi ramah. Semua mengilang dan terhenyah oleh kenyataan. Sayuri semakin kalut dan linglung dengan kondisi seperti ini. Dalam kesendiriannya ia terus mencari dan mencari keberdaan orang tuanya. Dari satu pos ke pos yang lainnya ia terus bertanya. Ia tak lagi memeperhatikan debu yang menempel di wajahnya yang ayu. Bahkan mata itu kini terlihat sembab dan sayu. Tak ada kabar tentang Ayah dan Ibu yang ia buru. Rintihan tangis yang saling bersahut seakan menggema menambah rasa gelisah dan ketakutan Sayuri. Kini di hadapannya, ia bukan lagi menatap wajah-wajah orang bermata sipit. Banyak orang asing yang sama sekali tidak ia kenal datang dan menghampirinya. Yach…mereka menyebut dirinya relawan kemanusiaan. Alasan apa yang menyebabkan mereka datang untuk menolong, jawaban itu sama sekali tak Sayuri temukan dari dalam fikirannya. Hari-harinya sekarang ini di isi dengan orang asing dan orang asing. Telingannya pula dipenuhi oleh suara-suara dengan bahasa yang masih sangat asing. Hingga sore itu, ketika ia kembali tak tersadarkan diri. Dan menemukan dirinya sudah ada di sebuah posko kesehatan, ia tersadar oleh suara orang asing namun sudah sangat ia kenali. Dalam mata yang masih mengatup, Sayuri mencoba mengingat kembali suara siapa itu. Arby. Yach, suara itu adalah suara seorang pemuda yang telah mengisi kehidupannya selama ini. “Ar…ar…Arbyyyy”, bibir tipis Sayuri mencoba mengeja nama dari Suara yang ia dengar. Saat ia membuka mata, Sayuri menemukan dirinya seperti sedang bermimpi. Bahwa sosok pemuda itu sekarang telah berada di hadapannya. Benih-benih cinta yang selama ini disembunyikan oleh Arby, membuat kenekatannya terbuka juga. Sehari setelah kepergian Sayuri, ternyata Arby telah mengurus suat perizinan untuk kepergiannya ke Jepang di bawah lembaga di salah satu lembaga NGO yang membantu korban bencana alam. “Oh…God”, Sayuri memekik lirih ketika genggaman tanganya sudah berada dalam eratan lembut tangan Arby.

Ia larut dalam tangis di pelukan pemuda yang selama ini sangat ia harapkan. Pancaran kerinduan yang menggeloran di antara keduanya memecahkan hening Sendai-Tokyo dalam beberapa menit.

“Suaramu sanggup menggetarkan persendianku dan gemanya seperti darah yang mengalir dalam nadiku.” Bisik Sayuri lirih di telinga kiri Arby.

=========================

Dituliskan oleh DUET  Aceh-Hongkong: Mus Aceh & Ani Ramadhani

Saksikan tulisan yang lebih hebat lainya dalam:@festivalfiksikolaborasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun