Ada yang bilang selingkuh itu indah. Saya salah satu yang membenarkan. Kenapa? Karena ada cinta didalamnya. Rasa cinta pada seseorang yang bukan pasangan jauh lebih indah, lebih bergairah dan lebih romantis, bisa jadi sangat. Sering orang menyalahkan cinta, menyalahkan nafsu, padahal rasa itulah yang membuat kita menjadi manusia. Menolak perselingkuhan berarti menolak kemanusiaan.
Selingkuh memang bisa jadi menyakitkan beberapa pihak yang ada dalam lingkaran, bahkan negara pun bisa jadi terguncang karenanya. Tapi menolak atau melawan rasa cinta yang muncul saat kita sudah terikat dalam pernikahan bisa jadi bumerang yang justru menghancurkan semua yang sudah dibangun. Mungkin dengan mengenal cinta, memahami nafsu, dan menjadikannya bagian dari kita yang tak terpisahkan dan bukan disingkirkan, dibekukan atau dimatikan, hidup sebagai manusia yang sesungguhnya bisa kita nikmati. Artikel ini tidak ingin menggurui, apa lagi mencari pembenaran. Artikel ini hanya mencari kemungkinan menjadi antitesis-nya perselingkuhan.
Kebiasaan
Kebiasaan. Kata yang sederhana, hal-hal besar yang pernah dibuat dan dilakukan manusia bermula dari kebiasaan. Bahkan sebuah kegagalan yang dilakukan berulang-ulang, lalu menjadi biasa gagal, endingnya adalah terciptanya lampu pijar. Begitu juga cinta. Kebiasaan tersenyum saat bertemu dan bertatap muka, kebiasaan makan siang bersama, bekerja bersama, mengatasi masalah bersama, seruang bersama, dan akhirnya sekamar bersama. Tidak ada yang memulai kebiasaan untuk bersama ini. Hasil akhir tidak datang dalam rencana, tapi terjadi. Tanpa sadar, proses yang terus menerus itu menggerus ritme tubuh dan menghajar realitas.
Kejujuran
Sakit karena pengkhianatan membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Banyak yang tidak sembuh, sebaliknya menjadi sakit yang laten. Sakit ini disebabkan karena tidak bisa menerima kejujuran. Bahkan para konsultan pun berpendapat, lebih tidak mengatakan yang sebenarnya walaupun sama artinya dengan hidup dalam kebohongan. Tapi kalau itu dirasa perlu untuk melanggengkan bangunan pernikahan, ya harus dilakukan. Kejujuran memang sederhana, tapi untuk menjadi jujur bukan butuh dukungan hati dan mulut, tapi dukungan pasangan dan sebuah perjanjian untuk melihat bahwa kejujuran itu lebih mahal ketimbang sakit pengkhianatan. Saya teringat sebuah dialog: disuatu pagi, seorang istri yang menyiapkan secangkir kopi untuk suaminya bertanya dalam nada yang datar-bukan acuh- tanpa emosi, penuh kasih, " sayang, semalam kau berselingkuh dengan siapa?"
Biasa saja
Hidup tanpa emosi -marah- memang tidak mungkin. Tapi jangan salah having affair juga emosi. Mengendalikannya dengan sikap biasa-biasa saja sulit tapi sangat mungkin dicapai. Intinya adalah pengendalian diri, menjaga diri, untuk tidak mudah tersulut atau jatuh dalam affair. Sikap biasa saja tercapai apa bila kita tidak melihat bahwa jatuh cinta dengan seseorang yang bukan pasangan bukan petaka, bukan akhir, bukan kecurangan, bukan pengkhianatan. Having affair atau jatuh cinta adalah sebuah representasi absolut dari sebuah kemerdekaan manusia. "saya tidak berselingkuh, Â i'm in love that's why i'm having affair!"Â
Jakart/051111/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H