Mohon tunggu...
Murwat
Murwat Mohon Tunggu... wiraswasta -

Trimo Ing Pandum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adu Ilmu Yuk!

12 September 2011   16:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:01 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada jalan pintas dari rumah saya ke jalan raya  yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki.  Dulu sebelum ditutup tonggak besi sepeda motor bisa melalui jalan itu.  Bercampurnya pejalan kaki dan sepeda di gang sempit itu, tak ayal sering menimbulkan percekcokan antar pengguna jalan pintas itu.

Pernah saya berjalan dibelakang saya ada sepeda motor yang terburu-buru sehingga beberapa kali menabrak tumit saya.  Jengkelnya bukan main.  Kenapa sih tidak sabar sedikit, toh jalan itu hanya sepanjang kurang lebih 60 meter.  Dunia tidak akan kiamat hanya karena perjalanan terlambat sedikit.  Sudah lewat jalan pintas, masih juga mau ngebut pula.

Sesaat terpikir oleh saya untuk menghentikan sepeda motor itu dan pengendaranya akan saya tantang bertanding.  Bertanding dengan cara apa saja, yang penting saya puas dan si pengendara terhempas.

Skenario pertama : "Ayo adu ilmu, siapa dari kita lebih pintar!" Tapi bagaimana ilmu bisa diadu, bisa jadi ilmu masing-masing berlainan bidang.  Kalaupun sama bidangnya, ya kalau saya kalah bagaimana? Dan kalaupun saya menang apakah perilaku dia yang suka nabrak tumit orang itu bisa berubah? Tidak menjamin akan tercapai tujuan.  Skenario pertama batal.

Skenario kedua : "Ayo adu harta, siapa yang paling kaya"  Tapi bagaimana kalau ternyata saya lebih miskin. Apakah dengan kemiskinan itu, saya menerima saja ketika tumit ditabrak.  Dan sebaliknya kalau ternyata saya lebih kaya, apakah tumit dia boleh semena-mena saya lindas?  Skenario kedua batal.

Skenaripo ketiga : "Ayo adu tinju, siapa yang KO duluan!" Lagi-lagi pertanyaannya seperti di atas. Kalau saya yang KO repot juga,kalau di yang KO saya juga kan yang harus ngurus segala rupa.  Kalau tidak,saya bisa kena pasal penganiayaan.  Terus apakah juga bisa menyelesaikan masalah kebiasaan tabrak tumit?

Setelah dipikir-pikir, perilaku si pengendara itu bukan sifat dasarnya demikian.  Sepeda motornya lah yang membuat peristiwa itu terjadi.  Kapasitas terpasang sepeda motor adalah mampu berjalan cepat, jadi ada nafsu pengendara untuk memaksimalkan penggunaaannya sesuai dengan kapasitasnya.  Kalau ada yang menghalangi jalan, si penghalang jalanlah yang kurang ajar dan tak tahu diri. Sudah tahu ada sepeda motor kenapa tidak mau mengalah,begitu mungkin pendapatnya.  Tak ada pertimbangan sedikitpun tentang siapa sebenarnya orang menurutnya menghalangi jalan itu. Tak ada rasa ingin tahu apakah yang berjalan kaki itu pejabat, jutawan, ataupun wartawan. Ada resiko-resiko yang tidak dipertimbangkan.

Jika dibalik posisinya, bisa jadi pejalan kaki seperti saya akan melakukan hal yang sama ketika mengendarai sepeda motor,  Tetapi mudah-mudahan tidak seperti itu karena tumit ketabrak itu rasanya sungguh tidak enak.

Demikian halnya dengan orang cerdas, yang otaknya berkapasitas super.  Bisa jadi orang-orang di depannya yang rata-rata "bodoh" dianggap sebagai penghalang jalan. Tabrak saja tidak usah diperhitungkan keberadaannya.  Jikapun berpendapat toh selalu konyol nirnalar.  Makanya khas banget ucapan-ucapan si super,seperti "kepalamu ada otaknya nggak sih", "kepalamu kosong kali", "makanya makan bangku sekolahan", "sudah diam saja kamu, nggak bakal ngerti", dan lain-lain ucapan-ucapan sinis yang tidak saja menyakiti hati, tapi rektum pun ikut sakit.

Hai, para pengendara motor. Kalau ada orang berjalan kaki di depanmu mbok ya ditawari siapa tahu pingin bareng.  Bisa jadi tujuannya searah, atau bahkan satu tempat tujuan

Hai, para cerdas nan super.  Kalau ada si bodoh di depanmu mbok ya diajari supaya ikut pintar.  Bisa jadi yang dipikirkan sama hanya saja  kesulitan menemukan kata-kata,  atau hanya bahasanya saja yang beda tapi satu makna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun