Percayakah Anda, semangkuk bubur kacang hijau dapat membawa perubahan yang besar? Lebih dari kuantitasnya yang mampu menyumbang kalori, di balik semangkuk bubur kacang hijau itu, terjadi proses perubahan-perubahan di lingkungan kerja.
"Bagaimana jika setiap Jumat Pagi, kita luangkan waktu untuk berkumpul sambil menikmati semangkuk bubur kacang hijau?" Usul Farih Evita Ekasari, tiga tahun lalu. Saat itu, Farih baru bertugas sebagai Kepala Tata Usaha (KTU) Departemen Proteksi Tanaman.Â
Pada waktu yang hampir bersamaan, saya ditugaskan sebagai Pemegang Kas Unit (Bendahara). Kami berdua berada dalam ruang yang sama, Ruang Tata Usaha, yang mana sebagian besar terdiri dari perempuan. Kami merasa, inilah saatnya kami harus membuat perubahan.Â
Lebih dari 50% tenaga kependidikan adalah perempuan. Kami banyak berdiskusi tentang situasi kerja di unit, terutama di kalangan Tenaga Kependidikan. Tidak dipungkiri, terjadi kesenjangan yang demikian besar antara Tenaga Kependidikan, yang biasa disebut pegawai, dengan Tenaga Pengajar yang biasa disebut Dosen. Tenaga Kependidikan seakan secara tidak tertulis menjadi "karyawan kelas dua" dalam berbagai aspek kerja, sebut saja jenis pekerjaan, gaji, hierarki pekerjaan, rasa percaya diri dan semangat kerja.Â
Dari beberapa aspek kerja tersebut, kami menyadari, hampir tidak mungkin untuk merubahnya. Gaji, hirarki kerja, jenis pekerjaan, ya biarlah tetap demikian adanya. Namun kami justru ingin memberi perhatian pada dua aspek yang tersebut di akhir, yaitu rasa percaya diri dan semangat kerja.Â
Afirmasi ini bermula dari hati. Kami ingin menularkan kepada rekan-rekan kerja. Bahwa kami perempuan-perempuan tangguh, yang mampu menolong diri sendiri untuk berbahagia dan bersemangat dalam bekerja. Kami adalah perempuan yang penuh percaya diri, sehingga orang lain pun akan percaya kepada kami. Kami harus berubah.Â
Momen 'bubur kacang ijo' itu menyalurkan energi positif di lingkungan kerja. Â Kami tidak hanya makan bubur kacang hijau. Satu-dua jam di hari jumat pagi, adalah saatnya bersilaturahmi dan bergotong royong. Saat itu secara bergantian dari jumat ke jumat kami melakukan aktifitas yang lebih relaks. Beberapa kegiatan yang kami lakukan antara lain senam ceria, jalan pagi sehat, kerjabakti membersihkan kantor, mencoba resep baru, dan yang paling sering adalah mengobrol sambil berkoordinasi. Â Kelihatannya hanya makan bubur, namun perubahan itu kami rasakan sekarang.Â
Perubahan berikutnya adalah bertambahnya ilmu dan terbukanya wawasan. Berkomunikasi membuka jalur informasi. Sambil menikmati semangkuk kacang hijau kami berdiskusi tentang kesehatan, tentang parenting, tentang teknologi, tentang budaya dan banyak lagi. Sesekali Ibu KTU mendatangkan ustadzah untuk pengkajian Islam. Pernah juga kami menghadirkan trainer untuk pertolongan pertama dan keselamatan kerja. Ilmu bisa didapatkan dengan banyak cara, asalkan kita mau belajar dan menggalinya.Â
Semangkuk kacang hijau yang tidak mahal sebenarnya, ternyata mampu membuat kami para tenaga kependidikan lebih dihargai. Ternyata penghargaan tidak hanya berupa insentif, namun juga berupa waktu dan kesempatan seperti ini. Dalam momen itu, kami bisa membaur antara dosen dengan tenaga kependidikan, semuanya makan bubur kacang hijau. Di situ kami bisa bertukar pikiran akan banyak hal tanpa membedakan tingkat pendidikan dan hierarki kerja.Â