Di musim hujan yang dingin seperti ini paling enak makan dan minum yang anget-anget, ga sih? Tenggorokan jadi lega, badan jadi hangat, mood tetap stabil, dan masih banyak lagi manfaatnya. Ada banyak pilihan kuliner yang cocok dikonsumsi saat cuaca dingin. Salah satunya adalah Wedang Ronde.
Wedang ronde merupakan kuliner manis berkuah yang berisikan bola-bola dari tepung ketan dan tapioka. Isian bola-bola tersebut berupa kacang tanah sangrai dan gula pasir. Warna bola-bola ronde biasanya berwarna merah dan hijau. Kuahnya manis, segar, dan menghangatkan karena mengandung jahe, pandan dan serai. Selain itu juga ada bahan pelengkap yang dapat ditambahkan sesuai selera seperti kolang-kaling, roti tawar, dan sagu mutiara. Khasiat dan manfaat dari wedang ronde sendiri juga sangat banyak. Seperti anti-mual, anti-inflamasi, menjaga imunitas tubuh, meredakan nyeri menstruasi, dan masih banyak lagi.
Awalnya, saya sendiri mengira makanan ini adalah makanan tradisional asli Indonesia yang berasal dari Jawa. Hal tersebut dikarenakan saya meninjau dari nama Ronde yang diawali dengan sebutan "wedang", yang merupakan bahasa Jawa. Namun ternyata, warna bola-bola ronde yang merupakan 2 macam warna tersebut memiliki makna melambangkan Yin dan Yang. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Yin dan Yang merupakan konsep filosofis dari Tiongkok.
Dilansir dari literat.republika.co.id, ronde memang bukanlah makanan asli Indonesia akan tetapi berasal dari Cina. Asal namanya adalah Yuanxiao yang merupakan nama seorang dayang Kaisar Wu Di pada periode Dinasti Han. Yuanxiao membuat camilan "ronde" yang sedang bersedih karena merindukan keluarganya. Camilan itu dipersembahkan pada kaisar dan dewa pada bulan pertama Tahun Imlek. Kaisar sangat suka dengan camilan tersebut dan mengapresiasi dengan menjadikan Yuanxiao sebagai nama festival di Tahun Cina. Camilan tersebut juga menjadi salah satu simbol perayaan festival itu.
Akan tetapi nama camilan Yuanxiao ini tidak disukai oleh Kaisar Yuan Shikai (pejabat politik dan militer di masa Dinasti Qing) karena terdengar seperti "singkirkan Yuan" pada pelafalannya (Yuan Xiao). Akhirnya namanya diganti menjadi Tangyuan. Yang mana secara bahasa tangyuan artinya 'bulatan-bulatan di dalam sup'.
Tangyuan memasuki wilayah Nusantara di sekitar abad 15-16 Masehi ketika Kerajaan Majapahit memasuki periode keruntuhannya. Di masa tersebut terjadi akulturasi budaya Nusantara dengan budaya Tiongkok. Lalu bagaimana nama Tangyuan bisa berubah menjadi Ronde? Ternyata hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari bahasa Belanda yang pernah menjajah wilayah Nusantara.
Agustina Suminar dalam suarasurabaya.net mengutip penjelasan Chef Wira Hardiansyah dalam diskusi kuliner "Japan -- Indonesia Local Dessert, Culture inside an Edible Art" di Japan Foundation Jakarta. Wedang ronde merupakan frasa dari 2 kata yakni wedang yang artinya air hangat dalam bahasa Jawa, dan ronde artinya bulat dalam bahasa Belanda yang mendeskripsikan isian dari wedang ronde tersebut. Sebelum disebut 'wedang ronde' di Nusantara, namanya adalah wedang guyub (guyub: keakraban). Dinamakan demikian karena melihat isian bulatnya (simbol bulat: keakraban).
Akhirnya terkuak sudah misteri di pikiran ini. Ternyata nama "wedang ronde" bukanlah nama asli sejak pertama ditemukannya makanan itu. Peralihan nama dari awal mula muncul sampai terdengar dan terkenal pada telinga masyarakat Nusantara terjadi berkali-kali. Dari Yuanxiao berubah menjadi Tangyuan, lalu menjadi Wedang Guyub dan Wedang Ronde. Ternyata wedang ronde memiliki perjalanan nomenklatur yang panjang.
Sumber:
Alawiyah, Najwa, Mengungkap Asal Usul Wedang Ronde, Minuman Tradisional Asal Tionghoa, dikutip di https://yogya.co/lifestyle/wisata-kuliner/9218/asal-usul-wedang-ronde/
Suminar, Agustina, Asal Usul Hingga Makna Wedang Ronde, dikutip di https://www.suarasurabaya.net/senggang/2018/Asal-Usul-Hingga-Makna-Wedang-Ronde/