Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) disebut-sebut sebagai anak kandung Negara Republik Indonesia, pasalnya HMI terlahir tepat dua tahun berselang kemerdekaan Indonesia. Tentunya HMI juga banyak mewarisi persoalan berkaitan dengan Keumatan dan Kebangsaan. HMI diusia 72 tahun sudah melewati berbagai macam hal dan kondisi, sehingga tidak sedikit, HMI turut mewarnai sejarah pembangunan bangsa Indonesia.
Komitmen awal yang diusung oleh organisasi HMI melalu para pendirinya adalah pertama: untuk mempertahankan kemerdekan Indonesia dan meninggikan derajat Bangsa Indonesia, yang kedua: mengembangkan ajaran Umat Islam, atau dengan kata lain, antara komitmen kebangsaan dan keummatan yang terintegrasi secara esensial menjadi komitmen awal berdirinya HMI. HMI selain turut serta membangun jalan pikiran bangsa, HMI pun ikut  memanggul senjata melawan penjajah dan musuh-musuh yang ingin mengerogoti tubuh bangsa Indonesia .
Diawal berdirinya, HMI adalah organisasi yang berasaskan Islam, kendati demikian HMI bukanlah organisasi yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam, bahkan salah satu tokoh HMI, Â Dahlan Ranuwihardjo (ketua umum PB HMI 1951-1953) pernah berdebat dan mengusulkan kepada presiden Soekarno untuk menolak negara Islam dan menerima negara nasional atau NKRI. HMI juga sempat bersitegang dengan kelompok separatis komunis hingga mengusulkan kepada Presiden RI untuk segera membubarkan HMI, serangan bertubi-bertubi terus dilancarkan kepada HMI, hingga nyaris saja HMI dibubarkan oleh Soekarno, namun akibat pertimbangan bahwa HMI akan menjadi organisasi yang progresif revolusioner HMI tidak jadi dibubarkan.
Partisipasi HMI dalam pembangunan bangsa melalui struktural pemerintah begitu massiv terjadi di era Orde Baru, hal ini senada dengan fungsi perkaderan HMI dalam melahirkan kader-kader yang berkualitas sehingga pada periode ini HMI menjadi sangat efektif untuk ikut terlibat dalam struktur pemerintahan, sampai-sampai HMI mendapat julukan "HMI sebagai sumber insani Pembangunan" . pun juga ketika penguasa tidak lagi berjalan sesuai koridor yang digariskan, HMI juga terlibat sebagai pihak yang paling menentang.
Dalam era reformasi hari ini  tantangan yang dihadapi HMI tidak kemudian menjadi semakin mudah, justru HMI dihadapkan pada situasional apakah HMI mampu mempertahankan eksistensinya ditengah perubahan zaman dan digitalisasi yang begitu pesat, ataukah tetap memilih tinggal dengan kebanggaan romantika kesejarahannya.
Problematika politik, sosial dan kebudayaan bangsa Indonesia tentunya menjadi persoalan yang serius, ditengah kondisi politik yang masih carut marut, arus globalisasi yang tidak terbendung, dan kuatnya hegemoni asing mewarnai karakter bangsa, semakin mengukuhkan pandangan bahwa HMI harus terus berbenah, berinovasi dan berkreasi, mempersenjatai dirinya agar bisa survive meneguhkan langkah mengahadapi tuntutan umat dan bangsa.
 Memasuki  Revolusi Industri 4.0 yang tengah berlangsung, HMI pun harus turut memikirkan bagaimana memosisikan diri didalamnya, tentunya modernisasi tersebut tidak boleh menggerus dari ciri ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an HMI.
Masalah keumatan dan kebangsaan yang lainnya seperti halnya isu kemiskinan, kekerasan, pengangguran, tingginya tingkat penyalahgunaan narkoba, mulai maraknya perilaku LGBT, perilaku koruptif yang masih tinggi, perzinahan dan tingginya tingkat aborsi, tindakan kekerasan di dunia pendidikan dan sebagainya, HMI selalu diingatkan dan dibiasakan untuk tetap kritis, berempati dan bersimpati, bukan acuh tak acuh.
Ancaman disintegrasi ummat dan bangsa juga menguat, dengan hadirnya sekelompok orang yang ingin mendirikan khilafah Islamiyah di Indonesia merupakan ancaman serius. Sebab, gerakan radikalisme agama merupakan ideologi yang penanggulangannya tidak bisa hanya menangkap pelaku an sich, tapi proses internalisasi nilai-nilai universalitas agama Islam --Islam yang mengedepankan akhlakul karimah, wisdom, kearifan menjauhi kekerasan dan bahkan antikekerasan-- harus terus disosialisasikan agar masyarakat terhindar dari pemahaman dan perilaku keagamaan yang mencoreng sendi-sendi ajaran luhur agama Islam. Gejala-gejala yang mengancam tubuh bangsa Indonesia tersebut , bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan Negara, melainkan juga tugas kesejarahan HMI meluruskannya.
HMI selalu dituntut harus memiliki gambaran masyarakat dengan tatanan yang ideal seperti dikemukakan Nurcholis Majid dengan sebutan "Masyarakat Madani", tentutanya cita-cita tersebut selalu digaungkan dalam setiap training-training HMI dan juga  termaktub dalam AD HMI sebagai tujuan HMI: terbinannya Insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Dengan begitu  tugas yang diemban HMI memang begitu berat, HMI ditutunt untuk terus menjadi problem solver ditengah segala persoalan yang ada berkenaan dengan keumatan dan kebangsaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H