Seorang mahasiswa dicibir temannya karena menggunakan istilah bahasa Latin dalam makalah yang akan didiskusikan di ruang kuliah. Judul makalahnya "Pentingnya Membuktikan Actus Reus dalam Tindak Pidana".Â
Dalam pemaparan dia menerangkan bahwa arti actus reus adalah niat jahat. Maka seorang temannya langsung mencibir, "Kenapa harus menggunakan istilah Latin kalau ternyata sudah ada terjemahan Indonesia yang tepat? Biar terdengar keren, ya?"
Pertanyaan dan cibiran di atas mewakili banyak orang yang sering tidak memahami dengan tepat pentingnya penggunaan istilah asing dalam tulisan atau dalam sebuah diskusi serius. Orang yang suka menggunakan istilah asing saat menulis atau berbicara sering dicibir gagah-gagahan, sok keren atau cibiran lain.
Dalam contoh judul makalah di atas, penggunaan istilah Latin tersebut menunjukkan bahwa topik yang sama telah dipikirkan, dibahas dan diteliti manusia sejak lama, sejak era penutur bahasa Latin. Dengan demikian kita diyakinkan bahwa pentingnya membuktikan actus reus (niat jahat) dalam tindak pidana, memiliki legitimasi sejarah yang kuat.
Selain letigimasi sejarah, istilah asing juga menunjukkan sisi universal dari sebuah topik. Kita lazim mendengar para pengacara di televisi mengutarakan sebuah asas hukum disertai dengan istilah berbahasa Inggris, Belanda, Perancis atau bahasa lain. Sekali lagi, tujuannya bukan untuk terdengar keren semata, tapi lebih menunjukkan bahwa asas tersebut juga berlaku di negara-negara lain.
Unsur universal tersebut barangkali lebih mudah dipahami dengan mengambil contoh dari sistem pengelompokan (klasifikasi) ilmiah dalam Biologi yang kita pelajari di bangku sekolah. Mari kita ambil contoh padi yang diberi nama ilmiah Oryza sativa L.
Ketika berbicara tentang padi dalam forum ilmiah, seorang peneliti Indonesia akan lebih mudah membangun pengertian yang sama dengan peneliti dari negara lain, menggunakan istilah Latin Oryza sativa L tersebut.Â
Dia tak perlu panjang lebar menerangkan bahwa yang dia maksud adalah tumbuhan penghasil beras di negara-negara tropis, bukan tumbuhan lain yang memiliki ciri-ciri fisik mirip dengan padi. Maka kesalahpahaman antar penutur bahasa berbeda dapat dihindari.
Alasan praktis untuk menghindari kesalahpahaman juga berlaku dalam penggunaan istilah-istilah lain yang lebih populer. Dalam perjanjian bisnis, misalnya, disebutkan "kerugian akibat force majeure akan ditanggung bersama".Â
Istilah force majure dalam contoh ini merujuk pada sebuah kondisi yang jika diuraikan dalam bahasa Indonesia maka bunyi perjanjian tersebut menjadi sangat panjang.
Beberapa istilah asing yang populer memang telah memiliki terjemahan Indonesia yang ringkas dan mengandung pengertian yang sama dengan istilah asli (asing). Tapi terjemahan Indonesia tersebut telah kalah populer dengan istilah asing sehingga justru sering mengundang pertanyaan ketika digunakan. Force majeure, sebagai contoh, lebih populer dari "keadaan kahar".