Dengan nada sok tahu, saya memberi tahu suami bahwa Kompasiana ternyata telah ada sejak lebih dari 10 tahun lalu. "Kok baru tahu. Where have you been?" balasnya, setengah mengejek. Terus terang, saya tak menduga bahwa media warga yang mengusung tagline Beyond Blogging ini telah mengarungi usia lebih dari satu dasawarsa.
Maka sebelum meneruskan ulasan beraroma curhat ini, saya ingin mengucapkan "Selamat ulang tahun Kompasiana" yang resmi berdiri sejak tanggal 22 Oktober, 11 tahun lalu.Â
"Usia panjang adalah sebuah anugerah, tetapi menjadi berkualitas adalah sebuah pilihan", demikian kata orang-orang bijak. Namun dalam persaingan media sekarang ini, usia panjang lebih mencerminkan sebuah pilihan, lebih tepatnya pilihan untuk terus menjaga kualitas.
Kita menyaksikan berbagai platform media online baru muncul setiap saat sekarang ini dan setiap saat pula kita membaca atau mendengar kisah kematian media-media baru. Sebagian bisa bertahan tapi tak lagi menunjukkan gairah hidup. Hanya segelintir yang benar-benar bertahan dan terus berkibar yakni media-media yang setia menjaga kualitas.
Karena itu di usi ke-11 ini Kompasiana layak diberi ucapan selamat ganda. Pertama, selamat atas usia panjang. Kedua, selamat karena terus bisa berkibar menjadi salah satu yang terdepan.
Belajar Tata Bahasa
Saya pribadi aktif di Kompasiana sejak 2 bulan lalu dan relatif baru mengenal media ini secara lebih baik kendati sejak beberapa tahun lalu telah membaca artikel-artikel karya para Kompasianer yang dishare teman-teman. Kebetulan semester ini saya mendapat tugas baru di kampus yakni mengajar mata kuliah bahasa Indonesia.
Terdorong oleh ide menyajikan metode perkuliahan kreatif dan menarik bagi para mahasiswa yang nota bene adalah para digital native, saya sering mencari contoh-contoh artikel di media online untuk diulas bersama di ruang kuliah tentang penggunaan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Berikutnya, lahirlah ide untuk membuat tulisan sendiri yang dipublikasikan di media online sehingga mudah disebar ke mahasiswa sebagai bahan studi kasus dalam perkuliahan.
Karena terlalu sering menggunakan artikel di Kompasiana sebagai bahan studi kasus, seorang mahasiswa usil melontarkan gurauan: "Lama-lama kita ini kuliah di Kompasiana".
Pilihan pada Kompasiana sebagian besar dilatarbelakangi keinginan untuk mempelajari penggunaan bahasa Indonesia oleh warga biasa (bukan jurnalis profesional). Mahasiswa saya dengan mudah menemukan berbagai kesalahan termasuk dalam tulisan saya sendiri.