Dari jendela kaca ruang piket, terlihat dengan jelas seorang perempuan tua memasuki pintu gerbang sekolah. Seorang nenek dengan dua anak bocil terus berjalan sampai gerbang masuk pintu kedua.Â
Si bocil berbalik dan memutar kran. Keduanya menikmati bermain air dari kran yang diadakan karena pandemi Covid-19 kala itu. Bajunya sudah pasti basah. Memang rasanya segar panas-panas seperti ini bermain air.Â
Kami hanya membiarkan saja bocil itu bermain air dengan gembira. Mendengar tawa mereka ada rasa bahagia.Â
Sementara nenek mereka mengetuk pintu yang memang tidak tertutup. Setiap hari pintu ruang guru selalu terbuka. Ditutup hanya malam saja. Biasanya sebelum magrib pintu ini tertutup.
"Permisi Bu, Saya jualan lato-lato, Bu. Dibeli ya, Bu. Murah, hanya lima ribu saja. Di luar harga lebih dari ini. Ini tidak pakai ongkos, tidak pakai parkir, tidak pakai antri, juga tidak pakai lama. Tinggal bayar lima ribu saja. Sekarang lagi musim lato-lato, Bu."
Kami yang mendengar apa kata nenek dan cara menawarkan lato-lato jadi tersenyum saja.
"Hanya bawa lato-lato saja, Bu? Tidak bawa sapu, apa sulak atau kain untuk bersih-bersih, gitu." Tanya seorang teman yang berdiri paling dekat dengan nenek itu.
"Ada, nanti saya telponkan anak saya."
"Nggak usah, kalau bawa saja. Kalau harus tunggu anak ibu, ga usah, Bu."
"Ga apa, Bu. Saya carikan. Karena saya sedang butuh uang untuk beli beras dan telur untuk anak itu. Ibunya kesrempet dekat bangjo. Sekarang sedang di RSU. Ibu mau ngecek juga boleh, Bu."