Peran Saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah setelah mempelajari seluruh rangakian modul 1.1 - 1.4 yaitu menuntun segala kodrat yang dimiliki anak agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat, menjalankan peran sebagai pemimpin pembelajaran dan berusaha mewujudkan kepemimpinan murid, dan menyusun visi sekolah dalam mewujudkan murid berprofil pelajar pancasila menggunakan perangkat Inquiri Apresiatif (IA) dengan urutan prakarsa perubahan, ATAP, dan BAGJA.
Untuk menjalankan peran dalam menciptakan budaya positif di sekolah, mari kita pahami dulu materi berikut ini:
- Disiplin yaitu sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapat kepatuhan. Menurut Ki Hajar Dewantara, menciptakan murid yang merdeka syarat utamanya yaitu harus ada disiplin kuat yang berasal dari dalam diri (intrinsik). Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan murid-murid yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berprilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik.
- Teori kontrol yang dikemukakan oleh Dr. William Glasser menyatakan bahwa :
- Semua prilaku memiliki tujuan begitupun dengan prilaku yang tidak disukai pun.
- Semua penguatan positif yang diberikan kepada siswa tidak selamanya efektif dan bermanfaat.
- Sebuah kritikan dapat membuat murid merasa bersalah tidak dapat menguatkan karakter.
- Memaksa itu tidak akan efektif dalam membelajarkan murid-murid.
Saat ini kita harus melakukan perubahan dari paradigma stimulus-respon menjadi pendekatan teori kontrol, dimana paradigma stimulus-respon tidak memberikan kebebasan/ sangat mengekang dan menganggap kebutuhan dan kondisi murid itu sama.Â
Sedangkan teori kontrol sangat menjunjung tinggi kebebasan pribadi atau hak dan menganggap bahwa kebutuhan serta kondisi murid itu berbeda-beda.
- Menurut Diane Gossen ada tiga macam motivasi pada prilaku manusia yaitu :
- Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman (sebagai motivasi eksternal)
- Untuk mendapat imbalan atau penghargaan dari orang lain (sebagai motivasi eksternal)
- Untuk menjadi ornag yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya (sebagai motivasi internal).
Hukuman itu diberikan secara tiba-tiba/ tanpa rencana, murid tidak tahu apa yang terjadi dan tidak dilibatkan. Hukuman itu bersifat satu arah, guru memberikan dan murid hanya menerima hukuman tanpa kesepakatan/ pengarahan dari guru baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman itu berupa fisik atau psikis murid yang disakiti oleh suatu perbuatan/ kata-kata.
Suatu penghargaan kepada murid dapat disebut sebagai hukuman yang menimbulkan akibat sebagai berikut yaitu penghargaan hanya efektif jika kita menginginkan perubahan murid pada jangka waktu pendek sedangkan pada jangka waktu panjang murid itu dapat ketergantungan terhadap penghargaan dan dapat menghilangakn motivasi intrinsik murid.Â
Penghargaan itu tidak efektif karena kita akan terus menerus memberikan penghargaan selama kita menginginkan prilaku murid berubah sesuai keinginan kita.Â
Penghargaan dapat merusak hubungan karena menimbulkan rasa iri, kecemasan, dan putus asa bagi murid yang tidak mendapatkan penghargaannya. Penghargaan dapat menurunkan kualitas, mematikan kreatifitas, Â dan merusak motivasi intrinsik murid.
- Lima posisi kontrol menurut Diane Gossen yaitu :
- Posisi penghukum yaitu menghardik, menunjuk-nunjuk murid sambil berkacak pinggang, membentak anak dan hukumannya berupa verbal maupun fisik. Berdampak terhadap murid menjadi pendiam dan tidak menyukai guru atau mata pelajaran yang diampunya.
- Posisi pembuat merasa bersalah yaitu suara cenderung lembut, tenang namun kata-katanya menyalahkan murid. Guru akan menyatakan hal-hal yang merasa kesalahan ada pada murid dengan membuat guru menderita. Berdampak terhadap murid jadi merasa bersalah dan gagal, rendah diri dan menarik diri dari lingkungannya.
- Posisi teman yaitu suara guru akan ramah, cederung bersenda gurau untuk menghangatkan suasana. Berdampak terhadap murid jadi tergantung kepada satu guru tersebut dan murid menjadi tidak mandiri dan tidak bisa berpikir untuk dirinya sendiri.
- Posisi pemantau yaitu guru bersuara datar dan tidak emosi, dapat menciptakan identitas diri positif, mengarahkan murid berdasarkan peraturan dan konsekuensi, guru harus senantiasa memantau siswa saat diberi sanksi, murid menghitung konsekuensi tanpa memahami nilai kebajikan yang dituju. Berdampak terhadap murid yang tidak bisa sepenuhnya mandiri.
- Posisi manager yaitu suara netral dan tidak emosi, tercipta identitas diri positif, guru tulus mengajukan pertanyaan-pertanyaan bermakna agar membuka pikiran murid, guru membimbing murid untuk memecahkan masalahnya secara mandiri. Berdampak terhadap murid menjadi mandiri, percaya diri dan dapat memecahkan masalah.
Menurut Dr. William Glasser, ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu merasa diterima, penguasaan, kesenangan, kebebasan, dan bertahan hidup. Jika kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi maka murid akan tumbuh seimbang dan bahagia, sedangkan jika tidak terpenuhi maka murid akan mengalami emosi negatif seperti bosan, sedih, dan kecewa bahkan bisa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai kebajikan atau melanggar aturan.Â
Penting untuk mengetahui kebutuhan dasar manusia agar kita memahami alasan dibalik prilaku murid. Jika siswa melakukan pelanggaran/ kesalahan maka guru harus mencari tahu alasan tindakan murid, dan kebutuhan dasar apa yang belum terpenuhi.
Keyakinan kelas merupakan nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama.Â
Nilai-nilai Kebajikan menekankan pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya.Â
Pembentukan keyakinan kelas itu bersifat lebih abstrak dan berupa pernyataan universal, dibuat dalam bentuk positif, tidak terlalu banyak poinnya sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas, dan semua warga kelas terlibat berkontribusi dalam membuat keyakinan kelas melalui curah pendapat dan bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Menurut Diane Gossen, segitiga resitusi merupakan suatu proses dialog yang dijalankan oleh guru atau orang tua agar dapat mengasilkan murid yang mandiri dan tanggung jawab. Ada tiga tahapan dalam segitiga resitusi yaitu menstabilkan identitas untuk menerapkan prinsip membuat kesalahan merupakan bagian dari proses pembelajaran.Â
Validasi tindakan yang salah untuk menerapkan prinsip setiap prilaku berupaya memenuhi suatu kebutuhan tertentu. Menanyakan keyakinan yaitu saat prilaku murid telah divalidasi dan identitas sukses telah stabil maka murid telah siap mengaitkan keyakinannya dengan tindakan yang salah.Â
Harapan dari pelaksanaan segitiga restitusi yaitu murid menjadi kuat secara pribadi, membuka wawasan murid agar dapat menyelesaikan masalah sendiri, dan murid semakin percaya diri, mandiri, serta merdeka.