Kumandang subuh basuh luka-luka panjang
Kini lukisan langit pagi kembali menjelang
Kuncup kusuma satu demi satu telah mengembang
Hapus sisa tangis semalam yang masih menggenang
Di bumi pertiwi, satu per satu bencana terjadi
Kehilangan dan airmata menjadi sebuah saksi
Nyawa-nyawa yang hilang membekas bukti
Betapa tragedi menusuk-mengoyak sanubari
Indonesiaku, di sudut mana lagi lahirkan kesedihan?
Sementara serpih harapan dan cita-cita masih diperjuangkan
Dengan segenap sukma dan cucur air mata tak tertahankan
Tak akan pernah gentar demi napas kehidupan
Tuhan ... bila ini adalah peringatan-Mu.
Atas segala laku kami yang jauh dari perintah-Mu.
Atas setiap tutur yang jauh dari zikir pada-Mu.
Atas bisik hati yang bergetar bukan karena mencintai-Mu.
Tuhan, maafkan kesalahan kami.
Tuhan, ampuni dosa-dosa kami.
Kami sebenarnya takut, Tuhan.
Jika Engkau empaskan tangan-Mu dan terbelahlah seluruh lautan.
Kemudian hancurlah seisi bumi, menyisakan pilunya tangisan.
Tiada lagi kesempatan bersujud dan memohon ampunan.
Kami memang tak jarang mengabaikan-Mu.
Melalaikan shalat, jauh dari Al Qur'an, menyakiti hati sesama makhluk-Mu.
Bahkan mengambil hak yang bukan hak kami dan merasa memilikinya sendiri.
Terkadang mulut ini pun sering menimbulkan kekejaman fitnah dan melukai.
Tapi kami berharap pada-Mu, Tuhan.
Saat nyawa ini keluar dari tubuh, kami sudah bersama ampunan-Mu.
Saat hari yang Engkau kehendaki itu datang, kami telah bersama keridaan-Mu.
Hingga pada  kehidupan abadi di sana, kami bisa menjadi penghuni surga-Mu.
Palembang, 23 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H