Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang diterapkan bagi kelas 1 dan 4 SD/MI, kelas 7 untuk SMP/MTs, dan kelas 10 untuk siswa SMA/SMK/MA. Kurikulum 2013 berlaku efektif pada tahun ajaran 2013/2014 tepatnya tanggal 15 Juli 2013 bertepatan dengan hari pertama dimulainya kegiatan sekolah. Sebelum diimplementasikan disekolah, persiapan pelaksanaan kurikulum sudah diawali dengan berbagai pelatihan baik kepada para kepala sekolah maupun guru-gurunya.
Jika kurikulum 2013 dilaksanakan per 15 Juli 2013 Penilaian Kinerja Guru dilaksanakan lebih awal lagi. Menurut Permendiknas 35/2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya jadwal PKG seharusnya dilaksanakan per 1 Januari 2013. Karena Permendiknas tentang PKG sudah diberlakukan sejak tahun 2010 berarti sudah ada 3 tahun waktu untuk sosialisasi. Hanya saja pemberlakuan PKG tidak bisa secepat implementasi kurikulum 2013. Sampai saat ini masih banyak sekolah yang belum melaksanakan PKG. Alasannya bisa bermacam-macam: ketidaktahuan peraturan, kurangnya informasi, kekurangsiapan para aparatur (kepala sekolah dan guru), sampai pada kurang kompaknya waktu memulai. Akibatnya terjadi kesimpangsiuran kapan harus dimulai implementasi PKG ini. Menurut informasi yang layak dipercaya, mau tidak mau atau suka tidak suka per Januari 2014 PKG akan mulai diimplementasikan.
Lalu apa hubungannya PKG dengan Kurikulum 2013?
Ternyata untuk memulai implementasi sebuah kebijakan tidak semudah yang kita bayangkan. Diawal pelaksanaan kurikulum banyak sekali kritik dan tanggapan dari para stakeholders yang menginginkan agar pelaksanaan kurikulum 2013 ditunda. Dalam beberapa hal kondisi yang dikhawatirkan oleh para stakeholders merupakan sebuah pertimbangan yang patut dicermati. Ambil contoh kecil misalnya sebagaimana terjadi dalam diskusi di grup IGI bahwa penyusunan RPP memerlukan indikator-indikator yang harus dipenuhi para guru. Yang terjadi adalah rambu-rambu yang diberikan dalam Buku Panduan ternyata sulit untuk dipahami. Terjadi juga ketidakkonsistenan aturan antara buku panduan yang satu dengan yang lain. Begitu pula yang terjadi dalam sebuah workshop kurikulum, narasumber kadang memberikan informasi yang berbeda antara waktu dulu, kemarin, dan saat ini. Hal ini tentu akan menyulitkan para pelaksana kurikulum disekolah.
Implementasi Penilaian Kinerja Guru juga tidak jauh berbeda. Sejak bergulir tahun 2010, pemerintah melaksanakan berbagai pelatihan bagi para calon pelatih dan juga para calon assessor penilaian angka kredit. Pelatihan yang dilaksanakan dalam waktu periodik ternyata memunculkan informasi yang berbeda-beda. Suatu saat kita pernah mendapatkan yang namanya edisi revisi. Kemudian berganti lagi menjadi edisi final. Menurut berbagai pihak inilah aturan yang akan dipakai. Bukankah sesuatu yang final tidak akan berubah dan berganti lagi. Kenyataannya, draft final ini berubah lagi. Mungkin cocok kalau diberi sebutan edisi grand final. Karena sudah skeptis maka aturan-aturan yang muncul belakangan hanya sekadar diketahui dan didengarkan saja.
Ternyata benar, setelah mengalami perbaikan disana-sini akhirnya draft pelaksanaan penilaian kinerja guru dikembalikan lagi ke draft paling awal. Untuk instrumen tidak lagi menggunakan instrumen yang jumlahnya sampai 52 (bagi guru). Penilaian kinerja juga akhirnya cukup dengan mengkatagorikan "Ya" atau "Tidak". Walhasil, setelah melalui berbagai pelatihan, diskusi, workshop dan sebagainya draft-draft yang pernah dibuat dibuang semua dan semuanya kembali pada draft awal.
Jadi, kalau saat ini ada yang bingung karena adanya perbedaan informasi antara yang diperoleh dahulu dengan sekarang, antara satu narasumber dengan narasumber lainnya ya mari kita nikmati saja. Siapa tahu pada akhirnya akan muncul kebijakan kembali ke aturan awal dan damailah kita bersamanya.
Salam seukses untuk semua guru Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H