Islam Dan Indonesia
Memang banyak teori kapan dan dari mana Islam datang ke Indonesia, misalnya teori kurdi-nya Martin Van Bruinessen, teori India-nya Snouck Hourgronye, teori Arab-nya Naguib Al Atts dan juga dimunculkannya teori yang menyebutkan bahwa adanya peran siginifikan orang-orang Tionghoa dalam proses Islamisasi di Indonesia baik oleh Sumanto Al Qurtubi atau Prof. Mulyana.
 Baigi Snouck, pada Abad ke 13 M Islam masuk lewat Gujarat/india dengan dibuktikannya makam sultan pertama kerajaan Islam Samudra Pasai, Malik As Sholih yang berasal dari Gujarat. Berbeda dengan Naquib Al Attas yang mewakili sarjana-sarjana Muslim ang berpendapat bahwa Islam langsung masuk ke Nusantara melalui jalur pelayaran yang ramai dan bersifat international melalui selat Malaka yang menghubungkan dengan Dinasti Tang Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayah di Asia Barat pada abad ke 7 sampai 8 M.Â
Bagi Martin Van Bruinessen, Islam datang dari Kurdi Persia sebelum menjadi Iran melalui jalur tasawuf dengan bukti adanya pembacaan kitab Maulid Al-Dziba'I karya ulama Persia Ja'far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad (1690-1764M) dalam pelaksanaan ritual keagamaan di Nusantara. Pendapat dari sarjana kontemporer, Taufik Abdullah misalnya mencoba mengkompromikan antara pendapat yang menyebutkan Islam masuk ke Nusantara pada abad ke 7-8 M dengan yang menyebutkan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke 13 M.Â
Menurut pendapat Taufik, Islam sudah dating sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke 7-8 M, tetapi baru di anut oleh para pedagang Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Pada abad ke 13 M, barulah Islam masuk besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik dengan berdirinya Kerajaan Samudera Pasai. Akan tetapi yang terpenting penyebaran Islam di Indonesia (khususnya di Jawa) oleh para mubaligh Islam dengan menggunakan saluran dakwah, diantaranya perdagangan, perkawinan, pendidikan dan juga lewat saluran tasawuf seperti tarekat yang telah berhasil secara gemilang.
Prof. Dr. Jalaludin Rahmat, cendekiawan Muslim menyebutkan bahwa ada dua teori penyebaran Islam di Indonesia. Pertama, adhesi, penyebaranya menempel pada ajaran local. Jadi Islam tidak dating sebagai ajaran asing. Dalam hal ini, bagian dari ajaran Islam yang paling enak untuk ditempelkan pada tradisi local adalah mistisisme. Kedua, penyeberan Islam adalah syarat mistisisme.Â
Memang ada yang menentang teori ini tapi dibeberapa daerah kita temukan fakta ini. Sekarang masih ditemukan sisa-sisa dari Islam yang sangat mistikal, yang ditempelkan sehingga melebur dengan tradisi lokal.Â
Sebagai organisasi sosial agama, peran NU bagi perjalanan peradaban Ke-Indonesiaan tidak bisa dipandang sebelah mata. Sikap akomodatif terhadap kebudayaan lebih diletakkan dalam rangka menunjukan bahwa agama (Islam) selalu member peluang bagi tumbuh kembangnya kebudayaan yang memang menjadi 'naluri' masing-masing komunitas.Â
Itulah sebabnya NU selalu merawat kebudayaan lokal sebagai alat untuk mengembangkan tradisi keagamaan yang berpaham Ahlussunah wal Jama'ah. Wajah Agama (Islam) yang ditawarkan NU adalah agama yang berwajahkan ke-Indonesia-an. Sikap akomodatif ini tidak lah diambil berdasar kalkulasi oportunistik, melainkan ekternalisasi paradigm keagamaan yang terbuka dan tidak meamdang kebudayaan sebagai sesuatu yang hitam putih.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H