Mohon tunggu...
Mita
Mita Mohon Tunggu... Administrasi - -

Just share my thoughts

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Adakah Keramahtamahan Pelayanan Publik oleh Pemerintah?

16 Januari 2019   20:37 Diperbarui: 16 Januari 2019   20:43 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Menurut saya seseorang yang pekerjaannya berhubungan dengan pelayanan public mesti harus wajib kudu mempunyai anger management. Anger management kurang lebih artinya pengelolaan emosi untuk mengatur kemampuan seseorang untuk tetap tenang dalam menghadapi situasi. Ya memang pengaturan emosi harus dilakukan oleh setiap orang demi kebaikan pribadi masing – masing. Berikut alasan saya mengapa saya katakan wajib dimiliki oleh orang yang bekerja di bidang pelayanan public. Saya pernah mengalami kejadian yang sangat tidak enak di kantor Disdukcapil (Dinas Kependudukan & Catatan Sipil) di kota B di mana saya tinggal. Keperluan saya kesana untuk cetak kartu E-KTP yang pada saat itu KTP saya masih dalam bentuk resi. Saya datang jam 9 pagi kemudian saya mendatangi petugas di sana dan mengutarakan keperluan saya. Seketika itu saya ditolak dengan alasan antriannya sudah habis. What the…! Memang sih saya lihat di sana sangat ramai warga dengan segala urusannya masing –masing. Tapi ini kan baru jam 9 pagi ! memangnya kantor pemerintah gini mau tutup jam berapa ? memang mereka kerja hanya setengah hari atau bagaimana sih ? orang kantoran saja jam 9 baru mulai kerja kok. Atau di dalam tumpukan kerja sudah seabrek. Saya hanya bisa kesal dalam hati. Saya tanya dengan warga  yang ada di sana bahwa mereka sudah datang sejak pukul 6 pagi. Entahlah saya tidak mengerti karena baru pertama kalinya ke kantor Disdukcapil sendiri. Mungkin peraturannya memanga seperti itu adanya. Terpaksa saya pulang tanpa hasil kecewa karena cuti saya menjadi percuma ditambah teringat sikap seorang bapak yang bertugas tadi amat sangat tidak ramah.

Beberapa bulan kemudian saya datang lagi ke kantor Disdukcapil. kalau ditanya kenapa harus kesana ? alasan pertama saya yakin mesti ke Disdukcapil karena pada saat terima resi di kantor kecamatan, mereka bilang jika ingin cetak E-KTP harus ke Disdukcapil karena alatnya ada di sana. Yang kedua, saya tanya dengan teman –teman yang sudah pernah urus, mereka bilang memang harus pergi kesana. Dan belajar dari pengalaman sebelumnya biar ga kehabisan antrian, berangkatlah saya dari rumah jam 6 pagi, kemudian sampai tempat jam 7 kurang. Situasi sangat sepi. Sepertinya bisa jadi saya warga pertama yang datang. Kemudian saya mengucapkan permisi di depan pintu lalu keluarlah seorang bapak memakai baju bebas. Saya ingat orang itu adalah orang yang sama yang dulu mengatakan sudah tidak ada antrian. Tapi waktu itu dia memakai baju seragam coklat khas ASN. Kemudian saya langsung utarakan keperluan saya, lagi – lagi respon yang tidak enak yang saya dapatkan. Dengan nada yang agak tinggi dia mengatakan bahwa untuk cetak E-KTP sudah tidak di Disdukscapil melainkan di kantor kecamatan. Saya bingung karena sebelumnya diinfokan harus di sini. Untuk meluruskan saya mencoba bertanya supaya lebih jelas “tapi Pak waktu itu katanya…” belum selesai saya bicara langsung dipotong dengan nada bicara seperti memarahi “iya, iya, tapi ini wali kota yang nyuruh ..kata Pak Wali Kota udah ga di sini tapi udah bisa langsung di kantor kecamatan masing – masing ! ini wali kota lho yang nyuruh…!” saya pun menjadi kesal dengan penjelasan seperti itu dan membalas “yang ramah dikit dong pak !”. Tujuan saya ke sana hanya untuk cetak E-KTP, bukan mau membangunkan jin lagi tidur. Mau wali kota ataupun presiden yang suruh kalau ada warga yang belum tahu infonya bisa cukup jelaskan dengan cara baik – baik. Hari masih pagi tidak ada alasan dia marah karna pressure kerjaan. Selain saya kemudian datang dua orang dengan keperluan yang sama dengan saya. Berarti memang masih ada warga yang belum  tahu mengenai info pencetakan E-KTP.  

Saat itu saya berfikir dia sebagai pegawai pemerintah yang bekerja melayani masyarakat apakah tidak ada SOP bagaimana melayani dengan cara professional. Contohnya seperti pegawai bank yang punya standar bagaimana memperlakukan nasabah yang datang bahkan sampai security bank pun ramah dan sangat membantu. Beda sekali perlakuannya, bahkan kalah dengan driver ojek online. Mereka pun sangat menjaga perlakuan terhadapa customer agar performanya baik. Karena customer akan langsung memberikan rating penilaian. Jika bertindak yang tidak berkenan maka bisa saja customer memberi rating 1 atau bahkan customer bisa mengadukan kepada pihak perusahaan. Ojek online. Sangat disayangkan sebagai tempat resmi yang mencerminkan kualitas seharusnya bisa berlaku lebih baik dari swasta, karena di situlah setidaknya bagaimana pandangan masyarakat terhadap birokrasi. Seharusnya mereka yang berurusan dengan pelayanan mempunyai service client yang berkualitas baik dari segi kenyamanan dan dapat diandalkan. Mengapa swasta lebih baik mungkin karena factor menjaga relationship dengan customer. Karna kaitannya dengan bisnis. Siapa yang bisa memenangkan hati customer, maka akan mendapatkan loyalitas, oleh karena itu buat mereka service excellent adalah hal yang sangat penting. Sebaliknya karena pemerintah tidak mengejar customer hal seperti keramah tamahan menjadi hal yang dikesampingkan. Jadi tidak ada pressure dan merasa tidak terdorong untuk melakukan hal itu. Ya walaupun begitulah yang saya temui di lapangan namun saya yakin tidak semua ASN bersikap seperti itu. 

Reformasi birokrasi yang dicanangkan pemerintah saya harap tidak hanya melakukan perbaikan pemyelengaraan pemerintahanan tapi juga harus mengatur SDM bagaimana menciptakan culture kerja yang baik, professional, dan memenuhi harapan masyarakat. Jaman sekarang ini masyarakat semakin kritis. Jangan befikir menjadi PNS sekedar kebanggaan tapi harus ingat kewajiban adalah melayani masyarakat. Di mata masyarakat birokrasi masih memberikan kesan yang menyebalkan. Semoga ke depan banyak perbaikan sehingga ada perubahan yang katanya “Revolusi Mental”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun