Mohon tunggu...
Bunda  Fat
Bunda Fat Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

My World at Home

1 November 2016   15:11 Diperbarui: 1 November 2016   16:13 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sejak kecil, saat masih duduk di bangku SD, saya suka menulis. Pernah membuat cerpen satu buku tulis full, tulis tangan. Teman satu kelas berebutan pinjam, bergantian membaca. Sayang, buku karya pertama saya itu entah kemana, sudah puluhan tahun tidak pernah bersua. Selanjutnya, hingga berseragam abu-abu putih, saya selalu terpacu untuk mengikuti lomba menulis. Meski saat itu belum pernah menang. Ah, pengalaman selalu memberi pelajaran.

Medio tahun 2000, tibalah menentukan pilihan jurusan kuliah. Saya hanya ingin jadi mahasiswa, kurang menggali informasi tentang jurusan yang diambil. Waktu itu, internet belumlah familiar. Tersesatlah saya di program studi yang justru saya sangat tidak suka. Apa boleh buat, diterima di PTN lewat jalur PMDK, kuliah harus dijalani. Nggak enak sama guru BP yang telah membantu saya mendaftar kuliah.

Lambat laun, keinginan menulis itu makin redup. Kalah oleh semangat anak muda beraktifitas dalam organisasi. Menulis hanya tugas kuliah. Tak pernah lagi menuangkan ide, pikiran, atau hanya sekedar imajinasi. Skripsi pun terselesaikan, hanya sekedar selesai. Masa kuliah berakhir.

Gelar sarjana belum tentu membuat saya mudah untuk mencari pekerjaan. Saat kuliah tidak belajar berwirausaha, jadinya blank! Mau kerja apa kalau nggak melamar kerja? Beberapa kali ditolak, akhirnya lamaran diterima oleh sebuah Redaksi Majalah yang berada di bawah lembaga zakat. Akhirnya, saya menemukan kembali passion jiwa ini, dunia menulis.

Baru saja kembali ke hatitat awal, kondisi berubah kembali ke titik nol. Setahun bekerja, bertemu dengan jodoh, langsung menikah. Tak lama, hamil dan melahirkan anak. Jadilah saya IRT tanpa ART. Semakin padat aktivitas domestik, semakin jauh passion yang sempat tumbuh. Stress, lelah, jenuh. Kemana duniaku yang dulu sangat berwarna??

Sebersit cahaya itu mulai merona setelah kelahiran anak kedua. Mulai lagi pegang pena, sekedar corat – coret tentang harapan dan rencana. Aha, menuliskan pikiran membuat saya lebih relaks menjalani hari - hari. Daripada mengeluh tentang pekerjaan rumah yang tak pernah habis, menyempatkan diri untuk berkarya. Dan, akhirnya ikhtiar berbuah tulisan berbayar. Ya, ada kepuasan tersendiri saat tulisan saya dimuat di sebuah majalah nasional. Pernah menjuarai penulisan artikel di sebuah kampus negeri Yogyakarta. Puas rasanya. My Passion Come Back!

Ternyata, kegiatan menulis memberi saya banyak hal. Sarana termudah untuk melepaskan kejenuhan sebagai IRT yang kini harus mengurus tiga bocil. Merasa memiliki dunia sendiri, hanya ada saya dan pikiran saya. Bebas mau bicara apa saja, lewat tulisan. Dan, saya juga bisa mengais rejeki, menekuni bisnis online dengan menjadi blogger mania. Bekerja di rumah, tanpa harus meninggalkan anak – anak. Ahh,… saya termasuk terlambat untuk memulainya. Tapi, tak mengapa. Belajar dari pengalaman dan perjalanan.

Banyak teman yang bilang, enak ya kerja di rumah? Nggak harus kehujanan atau kepanasan. Nggak perlu menghadapi atasan yang punya banyak tuntutan. Masih bisa merawat, mengasuh dan membersamai anak – anak. Rumput tetangga sering terlihat lebih hijau kok! Meski kerja berseragam daster, saya juga banyak deadline yang harus diselesaikan. Ada kepuasan tersendiri saat bisa menyelesaikan artikel sambil pangku anak yang tertidur, menyuapi, menemani anak bermain dan belajar, bahkan saat menunggu keluarga yang dirawat di rumah sakit. Teknologi memang memudahkan aktivitas menulis.

Kelihatannya, bekerja di rumah itu nyaris tidak ada resiko. Aman terkendali. Eits, tunggu dulu! Biarpun santai, menjalani bisnis online itu tetap ada tantangannya. Namanya juga wirausaha, penghasilan kadang tidak tentu kan! Terus kemungkinan terjadi sesuatu yang membahayakan keselamatan atau kesehatan itu juga tetap ada. Musibah datang tidak pernah kulonuwun, permisi. Datang ujug – ujug, setiap saat tanpa ada pemberitahuan. Bagaimana dengan kondisi finansial, mencukupikah? Nah, menurut saya sih asuransi itu perlu. Ada banyak hal yang bisa terjadi di luar perhitungan kita. Meski tidak berharap sakit atau kena musibah lain, setidaknya kita punya alternatif pembiayaan yang sifatnya mendadak. Karenanya, cermat dan bijak saat memilih asuransi. 

Jangan yang hanya menjanjikan investasi banyak di periode tertentu, tapi kurang memberikan kemudahan saat ada claim. Asuransi apa yang terbaik menurut anda? Jawabannya bisa beragam. Nah, pernah lihat iklan FWD di televisi kan? Biar makin penasaran apa itu FWD, coba saja disearching. Di antara deretan asuransi terpercaya di negeri ini, ada FWD salah satunya. Masih nggak percaya? Kita bisa bertanya langsung ke customer servicenya atau membaca berbagai ulasan yang tersebar di media. Mudah ditelusuri karena FWD Bebas Berbagi

Tulisan ini diikutsertakan pada blog competition bertema “Bebaskan Langkah untuk Jalani Passion-mu” yang digelar FWD Life bersama Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun