Dari sekian citra yang melekat pada orang Madura, mulai dari religius, premanisme, sate, rongsokan dan lain-lain. Karakter revolusioner jarang dikenal masyarakat umum, dan saya tulis ini untuk bilang "bahwa madura tak seperti yang kalian lihat di Media!"
Kenapa begitu? Risih saya mendengar respon teman-teman saat melihat postingan tiktok yang menampilkan beberapa kebiasan orang Madura yang menghambur-hamburkan uang (nyawer) pada pengantin dalam acara pernikahan. Mereka pasti bertanya, Apa semua pernikahan di Madura harus begitu? Kalau dihamburkan begitu, bubuh / buwuh-nya bagaimana mau dikembalikan? Kan jumlahnya tidak diketahui?
Sebagai orang Madura yang tidak turut melakukan hal demikian, jelas saya kebingungan menjawabnya. Pasalnya jika itu buwuh, tentu telah terjadi koneksi yang tidak saya mengerti antara penyumbang dan yang disumbangi. Dan terkait pertanyaan pertama, itu bukan lah hal baru di dunia netizen yang nyinyir ini. Streotiping pasti terjadi di mana-mana, apalagi untuk Madura?
Begitu juga dengan hedonisme dalam ritual Agama. Totok Agus Suryanto dalam tulisan berjudul "Membongkar Hedonisme dalam Ritual Agama" juga telah mengulas bagaimana hedonisme itu menjamur dalam sekian ritual dan simbol Agama Islam di Indonesia. Termasuk fenomena pembangunan masjid yang dibangun megah tapi ritual masyarakat sekitar malah semakin lemah.
 Sebagai etnis yang katanya religius tapi premanis, pertanyaan pertama itu harus saya anggap logis, meski aslinya miris. Sebab sebenarnya baik religiusitas dan premanisme, harusnya dicerna ulang sebelum meng-klaim itu benar. Apa lagi hedonisme dalam perkawinan ini. Makanya, izinkan saya perkenalkan satu adagium atau pepatah di Madura yang akan menjawab pertanyaan stereotyping itu.
Adagium  di Madura Min-Amin Panda'
Min-Amin Panda'Â merupakan gabungan dari reduplikasi kata 'Amin' dan 'Panda''. Kata 'Amin' berasosiasi pada doa-doa, sedang kata 'Panda'' memiliki arti pendek atau ringkas kata Muhri Mohtar dalam Kamus Madura Indonesia Kontemporer.
Dapat disimpulkan, makna reduplikasi itu merupakan prefiks akhir kata yang dapat memberi makna keadaan, bahan, atau media sebagaimana terjadi pada kata yang berarti pengharum,om-ro'om, nas-panas, dan kor-okor yang bermakna pengharum, suasana panas, dan alat ukur. Maksudnya, terminologi Min-Amin Panda' adalah media berdoa yang ringkas atau cepat dan sederhana.
Di Madura, Min-Amin Panda'Â adalah nama yang di sematkan pada kegiatan sederhana dan biasa diadakan guna mensyukuri nikmat yang baru didapat, termasuk perkawinan. Dalam tradisi jawa, padanannya adalah syukuran atau selamatan yang dilakukan dengan mengundang beberapa kerabat atau tetangga serta dipimpin pemuka Agama.
Perbedaan dengan ritual insidental lain di Madura. terletak pada elastisitasnya. Yakni bisa dilaksanakan dengan hanya 4 sampai 5 orang saja bersama suguhan yang sangat sederhana. Dalam Min-Amin Panda', pemimpinya juga tidak harus pemuka agama, melainkan bisa santri atau ustaz yang secara hirarkis masih di berada dibawah kiai atau bindhara dalam kultur Madura.
Secara pragmatis, adagium yang telah ada sejak lama ini lebih terlihat sebagai bentuk inisiasi masyarakat Madura dalam mencari alternatif melakukan upacara keagamaan di tengah hedonisme. Sebab syukuran atau selamatan sejatinya merupakan hal yang tidak wajib dalam syariat, atau hukumnya boleh-boleh saja.