Muqaddim Karim -Pemerhati Ekonomi Politik
JAKARTA -Momentum peringatan hari apapun semestinya selalu menjadi waktu yang pas untuk melakukan evaluasi sesuai dengan peristiwa yang sedang diperingati. Begitu pula di hari lahir Pancasila ini, harus dijadikan sebagai hari perenungan sudah sejauh mana nilai-nilai Pancasila itu diturunkan dari posisinya sebagai pandangan hidup yang normatif ke tataran praktis?
Apalagi di masa serba kesusahan ini, Pancasila sangat diharapkan kekuatannya sebagai solusi. Kekuatan Pancasila ini hanya bisa didapatkan melalui kelihaian para pemangku kebijakan dalam menemukan nilai-nilai Pancasila yang pas dan yang sedang dibutuhkan oleh bangsa dan negara saat ini.Â
Sebagaimana yang terjadi di dunia internasional, saat ini Indonesia juga sedang berjibaku melawan krisis ekonomi yang sudah semakin terasa dampaknya. Selain berjibaku melawan Covid-19 itu sendiri.
Tercatat sudah 1.722.958 orang terkena PHK, ditambah lagi berbagai investor besar memilih menutup pabriknya di Indonesia, sebut saja Nissan yang dikonfirmasi telah menyusul pabrik mobil Honda yang sudah tutup lebih dahulu. Fakta ini menjadi gambaran betapa sulitnya ekonomi nasional yang sedang dialami.
Di hari kelahiran Pancasila ini, ada hal yang cukup menarik untuk dibuka kembali lembar demi lembarannya. Disitu akan terlihat sedikit kalau belum pantas dibilang waw, bahwa krisis ekonomi akibat pandemi ini terjadi akibat kurang tepatnya kebijakan ekonomi yang diambil di awal pemerintahan Joko Widodo.
Berkaca pada sistem saat ini, ekonomi nasional cenderung terlalu bergantung kepada keberadaan investor asing, ditambah lagi kebijakan utang seolah menjadi sandaran utama dalam memenuhi kebutuhan belanja negara.
Padahal idealnya, negara harus memprioritaskan sumber daya lokal baik itu investor lokal maupun UMKM yang sedang tumbuh-tumbunya. Selain itu, utang atau pinjaman negara seharunsya diperuntukkan sebagai dana cadangan yang dipersiapkan ketika keadaan darurat.
Pemberdayaan potensi lokal sebagai prioritas itu sejalan dengan prinsip demokrasi ekonomi yang merupakan turunan dari sila sila ke-5 Pancasila "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia".
Sebagaimana Bung Karno pernah menyatakan "Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mencintai rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip sociale rechvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan politik, saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-bainya".
Pernyataan itu harus dipandang sebagai upaya dalam memprioritaskan kesempatan masyarakatnya untuk mengelola sendiri ekonominya atau mayoritas lapangan ekonomi negara jika tidak mungkin untuk mengelola 100% karena berbagai kompleksitas masalah dan kepentingan yang ada di lapangan.