Mohon tunggu...
Zakiyya Sakhie
Zakiyya Sakhie Mohon Tunggu... Wiraswasta - Dokumen pribadi

housewife, book lovers, like traveling

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Siap Menang Dan Siap Kalah

15 Agustus 2018   22:32 Diperbarui: 17 Agustus 2018   07:29 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejauh ini, tidak ada yang pernah tahu mana capres-cawapres yang akan menang di pemilu 2019 mendatang. Semua pendukung masing-masing capres mengaku menang adu polling via medsos.

Masing-masing kubu juga merasa berhak memproklamirkan kemenangan adu pollingnya tersebut. Saya pernah menemukan kisah yang ditulis oleh seseorang tentang seorang anak dari keluarga pas-pasan  yang mengikuti sebuah kompetisi balap mobil mainan hasil rakitan sendiri.

Si anak, yang mobil rakitannya terbuat dari kayu sederhana dan tampak sangat tidak menarik, ternyata berhasil masuk ke babak final. Lawannya tentu saja mobil-mobilan yang lebih gagah dengan ornamen yang menarik pula.

Sesaat sebelum final dimulai, si bocah ini meminta waktu sebentar, lalu ia berkomat-kamit seperti membaca doa. Singkat cerita, banyak orang yang tak mengunggulkannya terhenyak. Mobil sederhana si bocahlah yang ternyata menjadi pemenangnya. Betapa senangnya anak ini.

Ketika piala akan diserahkan, panitia bertanya apakah benar ia tadi berdoa agar Tuhan memberikannya kemenangan? Si bocah menjawab, " Aku memang ingin menang, tapi rasanya tak adil meminta Tuhan mengalahkan orang lain untukku. Jadi aku hanya minta pada Tuhan supaya aku tidak menangis kalau kalah."

Keinginan menjadi pemenang tentu dimiliki setiap orang. Namun musti diakui, mempersiapkan diri untuk menghadapi kekalahan tak semua orang mampu. Bersiap kalah dengan gentle seperti bocah tadi patut dijadikan contoh, baik oleh kontestan capres-cawapres sendiri maupun oleh para pendukungnya yang sudah mati-matian membuat polling di media sosial. Kendatipun ada yang sedikit ngotot bahwa hasil polling-nyalah yang paling akurat. Lainnya, lewat!

Menyombongkan diri bahwa "kita pasti menang kalau tidak dicurangi" bukan saja menjadi bukti bahwa tidak siap kalah, tapi juga menjadi embrio konflik baru jika kekalahan yang tidak siap dipikul itu benar-benar terjadi. 

Apa yang akan dilakukan para pendukung jika jagoannya kalah, kalau bukan mengamuk pada yang dituduh curang? Setelahnya perang badar di sosmed pun pasti tidak terelakkan. Dan penghuni kebun binatang Ragunan akan bergentayangan memenuhi beranda Facebook maupun twitter. Hoaam..

Jika direnungi, kalah dan menang yang menjadi sunatullah keseimbangan mempunyai makna yang amat dalam. Senyum indah memancar merayakan kemenangan. Namun tahu nggak, bahwa bisa menyunggingkan senyum saat menerima kekalahan bukan hanya indah, melainkan lebih memuliakan. Jadi jangan menciptakan barisan sakit hati dan menimbun dendam kesumat.

Selendang kekalahan memeluk lawan politik untuk menjadi lembut hati sekaligus menempanya dengan kualitas-kualitas emasnya akhlak, sekelas rendah hati, sabar, tulus, lapang dada adalah bentuk kedewasaan diri. Jadi kalah menang itu hal biasa, apakah kita lupa bagaimana awal terbentuknya manusia sebelum bersemayam di rahim ibu, dari jutaan sperma yang saling berebut hanya satu yang akan berhasil menjadi pemenangnya untuk membuahi sel telur. Dan apakah ribuan sperma lainnya yang keok dalam perjalanan (menuju sel telur) akan saling berantem dan hantam-hantaman?

Rasanya tidak!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun