Mohon tunggu...
Zakiyya Sakhie
Zakiyya Sakhie Mohon Tunggu... Wiraswasta - Dokumen pribadi

housewife, book lovers, like traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Memilih Bunuh Diri?

29 Juli 2017   10:33 Diperbarui: 29 Juli 2017   11:19 1254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fenomena  bunuh diri kian marak, entah pertanda apa ini. Topik bunuh diri kian  menjadi sorotan khusus. Tidak cuma pakar psikologi yang membicarakannya  namun sampai ke kedai-kedai kopi dan ibu-ibu berdaster di gerobak abang  sayur setiap pagi menjelang siang.

Memang saya  perhatikan beberapa bulan terakhir ini rentetan kasus bunuh diri banyak  terjadi. Mulai dari golongan artis berkelas, tenar, dan dikenal di  seantero dunia. Hingga dari kalangan masyarakat bawah dengan  permasalahan pelik menurut kacamata si pelakunya. Seperti yang   dilakukan oleh penyanyi terkenal asal Amerika Serikat vokalis group  band Linkin Park, Chester Bennington, beberapa pekan lalu yang ditemukan  tewas gantung diri di kediamannya oleh asisten rumah tangganya. 

Yang  sebelumnya aksi bunuh diri dengan cara yang serupa juga dilakukan oleh  rekan dekat Chester, Chris Cornell pentolan grub band Soundgarden dan  Audioslave pada usianya yang ke 57 tahun. Bahkan para  pendahulu-pendahulunya yang memiliki profesi yang sama Kurt  Cobain  vokalis band Nirvana juga ditemukan tewas pada 8 April 1994 di rumahnya  di Seattle, Amerika serikat dengan menembak kepalanya sendiri.

Di  Jawa Barat dalam minggu terakhir telah terjadi tiga kali peristiwa  bunuh diri. Pertama aksi bunuh diri dilakukan oleh dua orang perempuan  kakak beradik dengan melompat dari balkon lantai 5 unit apartemen,  Gateway, Jalan Cicadas, Bandung. Kedua orang kakak beradik ini  ditengarai menderita depresi sejak 8 tahun yang lalu tepatnya sejak  ditinggal ibunya menghadap Yang Maha Kuasa. 

Kemudian  disusul peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh Andy Renaldy alias  Ano, 53 tahun, di Kampung Cijumbre Desa Citanglar Kecamatan Surade,  Kabupaten Sukabumi, memilih mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri.  Kasus ketiga korban pria 25 tahun berinisial OK yang melompat dari atas  jembatan Pasupati, Kota Bandung. Pemicunya diduga karena asmara yang  tidak disetujui oleh ibunya. 

Belum  lama juga kita dikejutkan oleh seorang pria yang melakukan gantung diri  dan direkamnya secara live di bulan Maret yang lalu, di Jagakarsa  Jakarta Selatan. Info yang beredar tindakan nekat itu dilakukan karena  ada permasalahan dalam rumah tangganya. 

Saya  sendiri juga pernah punya anggota keluarga yang meninggal dengan cara  bunuh diri, gantung diri menggunakan tali tambang yang diikatkan pada  kayu yang membujur di atap dapur. Meskipun kejadian itu sudah lama pada  1987. Selang lima tahun kemudian tetangga dekat rumah saya juga  menghabisi nyawanya sendiri dengan cara menyetrumkan anggota badannya  pada sepotong kabel yang dialiri listrik bertegangan tinggi. Jari-jari  tanganya luka parah gosong-gosong seperti terbakar.

Sangat mengerikan. Itu menandakan bahwa praktik bunuh diri memang sudah pernah terjadi sejak lama tapi dalam skala yang tidak sesering sekarang.

Bunuh Diri Bukan Trend

Banyaknya  aksi bunuh diri seperti menjadi inspirasi bagi orang lain untuk  melakukan hal yang sama. Bahkan anak-anak di bawah umur pun rentan  mengikutinya. Apalagi di zaman digital saat ini dimana media sosial  menjadi alat paling cepat dan canggih dalam menyebarkan berita dan  informasi apapun. Jika orang yang memakai celana jeans robek-robek  menjadi ngehits dan akhirnya digandrungi serta diikuti oleh banyak orang  (biar dikata ngehits pula) tapi tidak dengan yang namanya bunuh diri. 

Bunuh diri bukan trend yang jika seseorang melakukanya lantas menjadi  wow amazing. Bunuh diri adalah perbuatan konyol dan sia-sia belaka. Dan  orang yang mengikuti aksi bunuh diri dari melihat orang lain yang juga  mati bunuh diri mungkin mikirnya ini on mode. Kok jadi menyamakan nyawa  sama celana jeans bolong ya. Ini nyawa woy!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun