Dalam tinta emas sejarah Indonesia banyak nama yang berkilau dan dikenang sepanjang masa, namun dibalik itu terdapat sejumlah pahlawan yang perjuanganya seringkali terlupakan dan bahkan namanya tidak tertulis dalam buku sejarah, apalagi jika tokoh itu adalah seorang wanita. Ialah S.K. Trimurti, mungkin namanya tidak se-masyhur R.A. Kartini, Cut Nyak Dien, Â atau tokoh pejuang perempuan lainya, namun perjuanganya pada masa revormasi perlu diapresiasi. Sebagai seorang wartawan, ia menggunakan pena sebagai senjata untuk menyuarakan aspirasi rakyat, khususnya perempuan. Melalui tulisan-tulisannya, ia membuka mata masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender dan peran perempuan dalam pembangunan negara.
Sejarah perjuangan kaum perempuan dalam penulisan sejarah di Indonesia memang agak terpinggirkan. Bukan karena mereka tidak ada namun kalah oleh banyaknya tulisan tentang peranan kaum laki-laki. Artinya tulisan sejarah di Indonesia bisa dikatakan masih bersifat male domain, dimana laki-laki selalu menjadi tokoh utama dan perempuan sebagai pemeran pembantu (Jazimah 2016). Tulisan ini bermaksud untuk mengangkat salah satu tokoh perempuan yang terlibat langsung dalam arus perjuangan ke- merdekaan Indonesia yaitu S.K. Trimurti yang bernama asli Soerastri. Menurut sejarawan Kuntowijoyo, sejarah yang ditulis dengan kaum laki-laki sebagai tokoh utama dan perempuan sebagai pemeran pembantu adalah sejarah yang masih bercorak androcentric (Kuntowijoyo,2013:115) .Â
Perempuan masih menempati kedudukan sebagai second sex atau dengan kata lain di belakang layar . Pastilah ada suatu sebab kenapa nama-nama mereka tak seharum tokoh wanita lainya dan nyaris mayoritas orang tak mengetahui konstribusinya dalam kenegaraan. Mungkin karena roda sejarah tak selalu berputar adil, atau mungkin karena minimnya dokumentasi tentang perjuangan mereka. Melalui tulisan ini, kita akan mencoba menguak kisah pahlawan perempuan tanguh yang nyaris terhapus dari ingatan kolektif bangsa. "Kalau orang tak tahu sejarah bangsanya sendiri (tanah airnya sendiri) gampang jadi orang asing di antara bangsa sendiri," tulis Pramoedya Ananta Toer dalam novelnya Anak Semua Bangsa.
S.K. Trimurti, atau Soerastri Karma Trimurti, dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1912 di Desa Sawahan, Boyolali, Jawa Tengah. Beliau merupakan seorang putri dari abdi dalem keraton Surakarta yang bernama Salim Banjarsari Mangunkusumo, yang juga merupakan seorang asisten wedana. Sementara itu, ibunya bernama R.A Saparinten (Indriawati 2022). S.K. Trimurti merupakan istri dari Sayuti Melik yang dikenal sebagai pengetik naskah teks proklamasi yang akan dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945. Bukan hanya istri dari salah satu pahlawan nasional Indonesia, S.K. Trimurti diangkat menjadi Menteri Tenaga Kerja pertama Indonesia karena konstribusinya dalam memperjuangkan hak-hak para pekerja. Beliau juga dikenal sebagai jurnalis dan tokoh yang mengawali kiprahnya dalam pergerakan pemuda pada 1930-an (Grid 2021).
Sebelum menjadi tokoh perempuan yang berpengaruh, S.K. Trimurti awalnya menamatkan studinya di Tweede Indlandsche School, sebuah sekolah yang didedikasikan untuk anak-anak Eropa dan anak-anak Indo-Eropa. Setelah menyelesaikan sekolah, Trimurti memulai kariernya sebagai guru sekolah dasar di Bandung, Surakarta, dan Banyumas pada tahun 1930-an. Pekerjaannya sebagai guru tidak hanya membantu dia dalam mengenal masyarakat luas, tapi juga memberinya kesempatan untuk menyebarkan gagasan-gagasan patriotik dan anti-kolonial.(Agus Salim 2018)
Tidak lama setelah menyelesaikan sekolah, Trimurti resmi bergabung dengan Partindo, sebuah organisasi nasionalis yang berusaha memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Pada tahun 1936, Trimurti ditangkap oleh pemerintah Belanda karena mendistribusikan pamflet anti-kolonial. Dia dipenjara selama sembilan bulan di Penjara Bulu di Semarang, tetapi pengalaman ini tidak membuatnya menyerah. Malah, setelah dibebaskan, Trimurti beralih karier ke jurnalistik dan menjadi terkenal di kalangan jurnalis anti-kolonial.
Selama periode ini, Trimurti aktif menulis untuk berbagai surat kabar seperti Pesat, Genderang, Bedung, dan Fikiran Rakyat (M 2023). Â Tulisan-tulisannya yang tajam dan berani membuatnya menjadi target favorit pemerintah kolonial. Bahkan, pada masa pendudukan Jepang, Pesat yang dipimpinnya dilarang oleh pemerintah militer Jepang, dan Trimurti sendiri ditangkap dan disiksa. Tetapi, semangatnya tidak pernah padam; ia terus menulis dan berpartisipasi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. SK Trimurti juga terlibat dalam organisasi perempuan, seperti Isteri Indonesia (ISTI) dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Ia menjadi salah satu pendiri Gerwani pada tahun 1950, bersama dengan Ny. Sukarno, Ny. Hatta, dan Ny. Sjahrir. juga menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari fraksi PNI pada tahun 1955-1959.
Salah satu momen bersejarah yang paling tercatat dalam perjalanan hidup Trimurti adalah saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Bersama Fatmawati Soekarno, Trimurti berdiri di barisan depan dan menyaksikan langsung pengibaran bendera merah putih. Foto-foto detik-detik proklamasi tersebut menampilkan Trimurti sebagai salah satu tokoh perempuan yang berkontribusi besar dalam peristiwa monumental ini.
Trimurti meninggal dunia pada tanggal 20 Mei 2008 pukul 06.20, pada usia 96 tahun, di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD), Jakarta setelah dirawat di rumah sakit selama dua minggu. Menurut anaknya, Heru Baskoro, Trimurti meninggal karena pecahnya pembuluh darah vena. Ia juga menderita hemoglobin rendah dan tekanan darah tinggi (Indriawati 2022) . S.K. Trimurti  meninggalkan warisan intelektual melalui tulisan-tulisannya yang beragam. Pada tahun 2007, Trimurti meluncurkan buku autobiografinya, "95 Tahun SK Trimurti," yang berisi kumpulan tulisan-tulisannya dari tahun 1939 hingga 1991. Buku ini memberikan gambaran detail tentang perjalanan hidup dan perjuangan Trimurti, serta inspiratif bagi generasi mendatang.
S.K. Trimurti adalah contoh nyata betapa kuatnya tekad dan dedikasi individu dalam membangkitkan semangat kemerdekaan bagi rakyat Indonesia. Alasan gender juga tidak menghalanginya untuk berperan aktif sebagai guru, jurnalis, politisi, hingga advokat hak-hak pekerja. Trimurti telah meninggalkan jejak besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Melalui tulisan-tulisannya dan peran aktifnya, Trimurti telah menginspirasi banyak orang untuk terus berjuang demi kebebasan dan demokratisasi. Meskipun kontribusinya sangat signifikan dalam menyebarkan semangat nasionalisme, banyak orang yang tidak mengetahui perjuangannya karena fokus sejarah sering terpusat pada tokoh-tokoh yang lebih terkenal. Oleh karena itu, S.K. Trimurti patut diingat dan dihormati sebagai salah satu tokoh perempuan yang berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Penting untuk lebih mengenal dan mengapresiasi peran S.K. Trimurti agar dapat memahami secara utuh perjuangan kemerdekaan Indonesia dan kontribusi berbagai elemen masyarakat dalam proses tersebut.