Mohon tunggu...
Humaniora

Mengapa Anak Genius Cenderung Kuper dan Individualis?

8 April 2019   22:50 Diperbarui: 8 April 2019   23:15 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak dari orang tua yang ingin memiliki anak yang genius. Dikarenakan dalam bayangan mereka sebagai orang tua memiliki anak yang genius adalah anugerah karena anak yang genius cenderung lebih mudah dalam menerima pendidikan. Namun , mengapa anak yang genius kerap kali cenderung dikatakan kuper (kurang pergaulan). Benarkah anggapan ini ?

Seseorang dapat menyandang predikat genius apabila memiliki IQ(intelligence quotient) di atas 140. Walaupun istilah genius kadng-kadang digunakan untuk menunjukkan kepemilikan bakat istimewa dalam bidang apapun, tetapi istilah ini sering diterapkan dengan salah. Seharusnya secara khusus, genius merujuk kepada seseorang dengan kemampuan alami yang istimewa dalam bidang tertentu seperti seni, literature, music, atau matematika.

Di Indonesia sendiri untuk kelompok kecerdasan ini terdapat istilah Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa (CIBI). Baik genius maupun CIBI pada prinsipnya bukan sesuatu yang bisa dicetak, karena genius mengacu pada potensi yang ada dalam diri seseorang.

Banyak para psikolog mengakui beberapa anak genius tampak kurang memiliki kemampuan berinteraksi social yang baik. Biasanya hal ini dikarenakan dia merasa "berbeda" dengan teman sebayanya. Kemampuan kognitif yang diatas rata-rata dan ketekunan hanya pada bidang yang mereka sukai (terkadang terkesan meremehkan) bisa menjadi penyebab awal anak genius kurang bisa diterima di lingkungan sekitarnya dan akhirnya berimbas pada kuper (kurang pergaulan) dan akhirnya mereka memilih untuk menyendiri..

Dan juga terkadang anak yang genius merasa cara kerja otak mereka berbeda dengan orang lain, dan cara berkomunikasi mereka dengan orang lain juga akan memiliki perbedaan sehingga hanya orang-rang tertentu yang mau berteman dengan mereka. Dan anak yang genius biasanya mereka mengaggap bahwa kebahagiaan bisa ditemukan dalam berbagai hal, dan interaksi dengan orang lain bukan termasuk salah satunya. Maka dari itu anak yang genius cenderung dikatakan kuper karena mereka memilih-milih dalam pergaulannya.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut dilakukan suatu penanganan yang dilakukan untuk mengarahkan anak genius agar bisa diterima oleh lingkungan sekitarnya  yaitu , yang pertama perlu dilakukan untuk mendampingi anak genius adalah dengan menunjukkan sikap menerima diri anak tersebut apa adanya. Dengan perasaan dapat diterima apa adanya tersebut maka orang tua bisa mengarhkan anak supaya bisa menerima orang lain dan bergaul dengan teman sebayanya meskipun terdapat perbedaan pada diri mereka. Semoga bermanfaat (8/4/19)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun