Dari data yang pernah kami baca 80% konsumen membeli karena alasan emosional dan sisanya sesuai kebutuhan atau memilih karena logika. Benarkah ?
seseorang membeli smartphone karena ada fitur emosional yang membuat dirinya merasa tersanjung saat menggunakannya. Bisa karena mereknya atau karena kecanggihan fiturnya. Ada orang yang membeli smartphone karena kameranya hebat, tapi fakta menunjukkan bahwa kamera di smartphonenya jarang digunakan. Dan hanya merasa bangga punya kamera yang hebat.
oleh karena hal itulah, pemasar selalu menyambungkan faktor emosional konsumen dengan menvisualkan fitur canggih itu sehingga membuat semua orang butuh. Harga dan merek menjadi sempurna yang menggoda konsumen membeli. Harga yang mahal membuat seseorang percaya membuat mereka menjadi orang penting dalam komunitasnya.
Tidak ada yang salah dengan hal di atas, tapi patut kita renungkan bahwa kita menjadi konsumen yang tidak bijak. Tidak ada yang rugi jika kita sanggup membelinya. Tapi ada hal yang lebih penting lagi bahwa kita sudah membuat diri kita dengan label produk yang kita beli bukan kemampuan kita. Saya adalah produk yang saya beli, "saya adalah pemilik smartphone yang canggih" jika smartphone itu tidak ada maka nilai kita sudah luntur dimata komunitas kita.
Bayangkan jika kita mampu melakukan sesuatu dan menjadi kebiasaan dalam hidup kita, maka smartphone yang kita miliki di atas menghasilkan karya yang luar biasa. Maka inilah yang kita inginkan ... Menjadi konsumen yang bijak dalam membeli
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H