Siapa yang tak kenal dengan Eka Kurniawan, sorang penulis dan graphic designer terkenal di Indonesia. Kali ini saya akan membahas salah satu karya tulis beliau yang berjudul " Seperti Dendam Rindu Harus Terbayar Tuntas".Â
Novel ini terkenal dengan bahasanya yang keras, vulgar,brutal,dan tidak sopan. Namun itulah menjadikan novel tersebut menjadi wah. Di balik bahasaanya yang vulgar tersebut meyimpan sebuah makna. Di bagian awal novel pun sudah disuguhkan dengan kalimat yang cukup vulgar.Â
"Hanya orang yang enggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati," kata Iwan Angsa sekali waktu perihal Ajo Kawir. (hal 1)
Novel ini berkisah tentang sebuah burung yang  tidak bisa berdiri (kemaluan yang tidak bisa ngaceng) milik Ajo Kawir. Burung tersebut masih bisa memanjang, tapi tidak  bisa berdiri dan mengeras. Dalam novel tersebut burung yang tidak berdiri tersebut merupakan alegori dari sebuah kehidupan yang tenang dan damai, namun semua orang berusaha mengusik burung tersebut dari tidur pulasnya.
"Â Ia mengoleskan potongan cabai rawit itu ke permukaan kemaluanya. Awalnya terasa dingin. Ia mengoleskanya kembali. Melingkar dan memanjang." (hal 31)
Dari judul yang diangkat, sudah jelas bahwa novel ini bertemakan percintaan. Yaitu kisah cinta antara Ajo Kawir dengan Iteung. Kisah cinta mereka sangatlah menarik. Pertemuan pertama kali mereka dimulai dengan pertarungan yang hebat antara keduanya.Â
" Aku tahu kau mengincar tua bangka itu, aku sudah memerhatikanmu," kata si gadis. " Sebelum kamu bisa menyentuhnya, langkahi dulu mayatku." (hal 49)
Pertarungan mereka berakhir imbang, dan setelah pertarungan tersebut muncul lah benih -- beih cinta diantara mereka, dan menjadi isi pokok dari novel tersebut.Â
"Â Ia memandang ke arah gadis itu. Ia baru menyadari betapa manisnya si gadis, terutama ketika tersenyum seperti waktu itu." (hal 54)
      Tak hanya tentang percintaan, novel ini juga menggunakan tema seks dan dan kekerasan, hal ini terlihat dari awal sampai akhir cerita. Kekerasan yang terjadi dan dilakukan para tokoh dalam cerita yang merefleksikan kehidupan yang berantakan dan kehidupan yang serba kompleks.
" Si Pemilik Luka bersiap hendak naik ke meja makan, mendorong Rona Merah agar terlentang. Membuat kakinya membentang."(hal 26)