Kebiasaan melukis didinding sudah berlangsung sejak zaman nomaden sebagai simbol untuk mengkomunikasikan aktivitas meramu, memburu, dan berpindah. Walaupun sebenarnya pada masa ini lukisan di dinding (baca: grafiti) lebih digunakan untuk mengkomunikasikan tentang mistis. Hal ini bisa dilihat dari adanya lukisan di dinding-dinding piramida yang mengisyaratkan adanya alam lain setelah dibumikan.
Seiring berjalannya waktu, pada zaman Romawi grafiti digunakan sebagai aksi ketidak puasan masyarakat raja-raja penguasa. Sebagaimana ditemukannya lukisan-lukisan sindiran di dinding-dinding bangunan yang dialamatkan pada penguasa kala itu. Munculnya perbedaan sosial yang berkelas-kelas memicu kesengsaraan kelas-kelas tertentu. Maka untuk mengekspresikan 'jeritan imajenasinya' beberapa individu menggunakan sarana yang dipastikan tersedia di pelosok-pelosok utamanya perkotaan.
Lalu, ketemulah dinding. Pada waktu itu, belum ada diklat, studi, dan kursus tentang grafiti. Akibatnya, semua yang muncul di dinding-dinding (bqca: grafiti) baik tulisan, sandi, simbol, dan minion hanya dapat dipahami oleh kelompok tertentu. Selanjutnya, bagaimana dan seperti apa grafiti di Indonesia?
Di Indonesia grafiti pada awalnya dinila merusak sebab mahalnya biaya pemeliharaan dinding. Pelaku grafiti dinilai tidak normal karena mencorat-coret dan mengotori dinding. Namun akhir-akhir ini grafiti merupakan sebuah seni yang tengah diminati oleh mayoritas seniman di Indonesia bahkan Internasional. Indonesia patut bangga melalui tangan-tangan seniman, kota-kota di pelosok negeri terlihat menyala dengan cahaya warna-warni grafiti.
Seniman grafiti di Indonesia mendapat apresiasi dari seniman manca negara karena telah menjadi seniman terdepan dalam meningkatkan seni grafiti di Asean. Meski demikian, di Indonesia belum jelas apakah grafiti murni sebagai ekspresi seni? Atau memang bentuk perlawanan ketidak puasan terhadap situasi sosial? Apalagi sejauh ini, sepertinya tidak ada respon positif dari pemerintah terhadap seni kelas Internasional  ini.
Padahal apapun dan bagaimanapun, grafiti merupakan ekspresi yang mau-mau tidak mau harus diapresiasi. Sebab bila seni tidak diapresiasi jangan harap bangsa berdikari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H