Dunia digital terus mengalami peningkatan guna 'meninabobokan' dan memanjakan kids jaman now dalam segala bentuk aktifitasnya. Hingga saat ini, nyaris tidak ditemukan suatu aktifitas yang tanpa melibatkan digital. Mau makan tinggal order, ingin silaturrahim cukup call video, dan kebelet pengetahuan anyar tinggal click. Bahkan untuk bermain bisa ditempuh dengan gadget yang tersambung dengan internat.
Beda dengan 'jaman old' pada masa kanak-kanak kita dahulu. Dimana semua dilakoni secara nyata. Seperti saat ingin ngegame perahu berbahan pohon pisang, kita mengambil pohon pisang dan menjadikan pelepahnya sebagai alat mendayung yang kemudian digotong atau ditarik ke sungai untuk ditumpangi bersama-sama.
Hari ini, kita merindukan suasana itu bukan karena ingin kembali menjadi anak-anak tapi karena kecintaan terhadap permainan lokal. Kemarin saat pulang ke Pulau Madura, saya mengajak anak-anak tetangga sebelah guna ngegame di sungai tempat ngegameku dulu. Anak-anak itu menangis dan enggan menyentuh pohon pisang. Dan akhirnya mereka lari bak orang ketakutan.
Seusai tenang, saya menghampiri mereka dan bercerita bahwa bapak-bapaknya dulu memainkannya, sayapun ingin mengajak mereka bermain. Namun saya begitu terkejut saat sebagian diantara mereka menjawab, 'Aku main perahunya disini Om'. Sambil menunjukkan gadgetnya. Seketika itu saya sadar, anak-anak kampung sudah tak seperti dizamanku. Alih-alih bermain di sungai, pada jenis permainannya saja mereka tak kenal.
Anak-anak di desaku lebih memilih smartphone sebagai teman bermain. Seperti kecanduan mereka enggan melucutinya. Sehingga tak mau dengan jenis permainan lokal. Padahal disanalah kebahagiaan tercipta. Bermain dengan buatan tangan sendiri, saling bepacu kecepatan mengayuh perahu berbahan pisang, dan tertawa terpingkal-pingkal saat memenanginya. Namun semua itu buram dan hampir tak tidak terlihat karena tergantikan gawai dan malas bermain dengan teman sebaya.
Seperti dilansir www.uswich.com (2014) yang membeberkan, lebih dari seper empat anak di dunia yang memiliki komputer genggam sebelum umur mereka genap 8 tahun. Periksa prilaku anak pedesaan apalagi perkotaan yang perlahan tenggelam keriangannya akibat gawai. Sebab permainan lokal sudah mengalami digitalisasi.
Percayalah, hiruk-pikuk saat membuat permainan lokal dan gelak tawa saat memainkannya tidak akan tergantikan oleh histeria di dunia gawai. Inilah yang dimaksud Damhuri Muhammad penulis buku Anak-anak Masa Lalu(2015), Alih-alih dapat meraih keriangan dalam kebersamaan. Generasi 'Kids Jaman Now' justru karam diliang-liang keterasingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H