Dari mulutmu harimaumu sampai jarimu harimaumu.
Harimau merupakan binatang buas yang ditakuti karena kebengisan dan taring yang tajam sehingga mudah menerkam apapun yang tengah dibidik. Lantaran kegarangan, Harimau dilegitimasi sebagai sebuah sifat atau karekter yang melekat pada bagian tubuh manusia.
Dahulu, kita mengenal ungkapan 'Mulutmu harimaumu'. Gium ini disinyalir sebab jamaknya manusia-manusia berkarakter binatang bengis lalu kemudian celaka karena karakter bengisnya. Nyatanya, memang tidak sedikit yang harus kehilangan kehormatan bahkan nyawa yang diakibatkan oleh tergelincirnya mulut (lihat Muraqiyah Al 'Ubudiyah. H.70).
Belum pulih dari mulutmu harimaumu, belakangan muncul gium 'Jarimu harimamu' yang juga dialamatkan kepada makhluk bernama manusia. Namun demikian, gium yang kedua tidak berlaku untuk seluruh manusia karena tidak semua manusia berjibaku dengan gadget. Meskipun begitu, mereka yang tidak bersinggungan dengan gadget harus ikut menanggung resikonya. Ibarat pepatah 'Lo yang makan nangkanya, gue yang kena getahnya'. Edan.
Era gadget telah mengantarkan penggunanya pada kemudahan yang dibalik kemudahannya menyimpan 'empedu' keangkara-murkaan. Bila tidak mawas dalam mengoperasikannya justru jari lebih beracun daripada lisan (fitnah) yang  lebih kejam dari pada pembunuhan. Al-ashabi'u asyaddu minal qatli(jari lebih kejam daripada pembunuhan).
Faktanya, tidak sedikit yang dirampas kebebasannya lantaran jari terlalu prematur memposting dan mengshare sebuah konten yang bernada agitasi. Pada keadaan ini sebenarnya jari kita sudah tergolong pada harimau yang bengesnya akan kembali dan menimpa pada diri sendiri. Sebenarnya para pengguna medsos bisa terhindar dari petaka persekusi,  jeruji, jarimu harimaumu  asal lebih sahih dalam menggunakannya.
Penulis percaya, Â Anda juga mengimani setiap diri akan dimintai pertanggung-jawaban atas segala apa yang kita perbuat termasuk jari. Terakhir, jari saya tidak lebih baik daripada jari Anda kalau catatan amal bisa Anda terima dengan jari-jemari tangan kanan anda kelak di hari pembalasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H