“...kesadaran adalah pusaran kemungkinan.”(Sartre)
Dalam pembahasan epistemologi filsafat eksistensialisme Jean Paul Sartre sebagaimana akan dipaparkan lebih lanjut, pengertian epistemologi digunakan dalam dua bentuk, yakni epistemologi sebagai, “metode yang digunakan Sartre dalam merumuskan eksistensialisme” serta epistemologi sebagai, “kerangka berpikir dalam eksistensialisme”. Apa yang dimaksudkan dalam pengertian kedua (epistemologi sebagai kerangka berpikir) adalah, berbagai kerangka konseptual (baca: ide-ide kunci) yang andil dalam mengkonstruksi dan menyusun filsafat eksistensialisme Jean Paul Sartre. Dengan kata lain, merupakan berbagai ide pokok atau “instrumen” eksistensialisme dalam upaya menjelaskan, memahami serta “menghadapi” dunia. Dengan demikian, “epistemologi sebagai kerangka berpikir” dalam eksistensialisme Sartre merupakan kelanjutan dari metode awal dalam eksistensialisme yang telah mengalami perombakan dan “pengemasan” sedemikian rupa oleh Jean Paul Sartre.
Selayang Pandang Fenomenologi: “Ilmu Tanpa Prasangka”
Fenomenologi merupakan salah satu bentuk epistemologi yang cukup menonjol dalam filsafat, pada ranah disiplin sosiologi pemahaman tersebut terklasifikasikan dalam tataran mikro-Sosiologi melalui beberapa tokohnya semisal Peter Berger dan Alfred Schutz.[4] Istilah “fenomenologi” berasal dari bahasa Yunani, fenomenon yang artinya, “sesuatu yang tampak”, sementara penganut fenomenologi meng-interpretasikan-nya sebagai, “apa yang menampakkan diri dalam dirinya sendiri”, atau “penampakkan sebagaimana adanya”, yakni “segala sesuatu yang benar-benar jelas di hadapan kita”.
Fenomenologi sebagai Epistemologi Filsafat Eksistensialisme Jean Paul Sartre Tak dapat dipungkiri bahwa fenomenologi menempati kedudukan urgen bahkan “sentral” dalam filsafat eksistensialisme Jean Paul Sartre. Dalam hal ini, Sartre mengakui betapa besar pengaruh fenomenologi Edmund Husserl dalam pemikiran filsafatnya, “Fenomenologi Husserl dengan gemilang membuka jalan untuk mengadakan studi-studi tentang kesadaran dengan bertolak dari titik nol, tanpa asumsi-asumsi, tanpa hipotesis-hipotesis, dan tanpa teori-teori prafenomenologis”, demikian pungkasnya.[14] Tegas dan jelasnya, fenomenologi merupakan “metode” atau “teknik” dalam filsafat eksistensialisme Jean Paul Sartre. Lebih jauh, Sartre menekan pula beberapa arti penting fenomenologi Husserl; pertama, perlunya menempatkan kesadaran sebagai dasar penyelidikan filsafat dan kedua, pentinganya filsafat untuk kembali pada realitasnya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H