pendidikan jenjang sekolah menengah pertama hingga menengah atas. Saat itu adalah waktu dimana kurikulum 2013 mulai muncul menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada rentang waktu itu juga, konsep fullday school mulai diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan Muhadjir Effendi. Ketika Fullday school diimplementasikan, siswa bersekolah mulai hari Senin hingga Jumat dan libur pada hari Sabtu dan Minggu. Sebagai akibat dari berkurangnya hari efektif sekolah, maka siswa pun pulang lebih lama dari sebelumnya. Yang awalnya pulang siang sekitar jam setengah dua, menjadi jam tiga hingga setengah empat. Namun beberapa sekolah terutama MTs Negeri dan MA Negeri sudah lebih lama mengimplementasikan pulang sore sekitar jam tiga hingga setengah empat kepada siswanya, dan sekolah pun tetap masuk hingga hari Sabtu. Hal ini disebabkan mata pelajaran yang diajarkan di MTs dan MA Negeri secara kuantitas lebih banyak daripada SMP dan SMA pada umumnya dimana mata pelajaran keagamaan diajarkan secara lebih mendalam di MTs dan MA Negeri.
Teringat pada rentang tahun 2012 hingga 2018, generasi yang lahir pada tahun 1999 dan 2000 sedang menjalaniPengalaman Sekolah Penulis
Pada rentang tahun 2012 hingga 2018, penulis menempuh pendidikan di salah satu MTs dan MA Negeri yang terletak di Kota Kediri, Jawa Timur. Karena bersekolah di MTs dan MA Negeri, penulis hampir setiap hari pulang jam tiga hingga setengah empat dan bersekolah mulai dari hari Senin hingga Sabtu. Karena pulang sore, maka pasti membutuhkan asupan energi yang lebih selama berada di sekolah. Penulis sendiri termasuk siswa yang tidak terlalu banyak memiliki uang saku ketika bersekolah. Bisa dibilang, uang saku penulis hanya bisa dipakai untuk membeli satu nasi bungkus dan minuman, tanpa ada sisa untuk memberi camilan atau lauk lain. Seringkali uang saku penulis habis untuk membeli makanan pada jam istirahat pertama, yakni sekitar jam setengah sepuluh pagi, dan tidak ada sisa uang saku ketika masuk jam istirahat kedua, yakni sekitar jam setengah satu siang. Karena memasuki jam istirahat siang pada jam, seringkali penulis hanya bisa merasakan lapar karena memang uang saku hanya cukup untuk membeli satu nasi bungkus dan minum pada jam istirahat pertama. Dengan keadaan lapar itu, penulis masih akan mengikuti jam pelajaran hingga jam 3 atau setengah empat sore. Kenyataan ini kiranya masih lebih baik, daripada beberapa teman penulis yang terkadang bahkan tidak membawa uang saku. Entah apa yang dirasakan ketika dia bersekolah dari pagi hingga sore sedangkan dia tidak menbawa uang saku.
Misalkan ada program makan siang gratis ketika itu, bagaimana?
Bagaimana ya ketika saat itu ada program makan siang gratis? Pastinya penulis dan teman-teman akan senang sekali. Apalagi ketika siang hari, dimana saat itu adalah waktu paling melelahkan setelah belajar pagi hingga siang. Pastinya lapar dan dahaga akan sangat menguji kesabaran siswa yang masih akan melanjutkan belajarnya hingga sore hari. Ada beberapa hal positif yang mungkin dirasakan penulis dan teman-teman ketika saat itu ada program makan siang gratis.
Yang pertama adalah meringankan beban orang tua dalam menyiapkan bekal anaknya, terutama bagi orang tua siwa yang masih memiliki keterbatasan finansial. Ketika ada program makan siang gratis, orang tua tidak perlu terlalu khawatir anaknya akan kehilangan konsentrasi belajar karena lapar ketika bersekolah dari pagi hingga sore.
Yang kedua adalah terjaganya kesenjangan antara siswa yang mampu secara finansial dan kurang mampu secara finansial. Sudah bukan rahasia lagi, ketika siswa memiliki orang tua yang mampu secara finansial, mereka memiliki banyak kelebihan terutama dalam hal uang saku. Mereka tidak perlu takut kehilangan konsentrasi belajar hanya karena lapar, berbanding terbalik dengan siswa yang kurang memiliki kemampuan finansial. Dengan adanya program makan siang gratis yang memberikan keseragaman menu kepada semua siswa, akan mengurangi kesenjangan tersebut. bahkan bisa saja program makan siang gratis tersebut dapat mewujudkan kesetaraan hak bagi siswa untuk dapat berkonsentrasi belajar tanpa diganggu oleh rasa lapar.
Yang ketiga adalah jaminan gizi bagi siswa yang bersekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa makanan yang mengandung pengawet dan kurang kandungan gizi sudah menyebar luas di masyarakat terutama di kalangan siswa sekolah. Dengan adanya program makan siang gratis yang gizinya sudah ditakar oleh ahli, minimal dapat mengurangi frekuensi siswa untuk membeli makanan yang mengandung pengawet dan kurang kandungan gizi.
Itulah beberapa dampak positif menurut penulis jikalau program makan siang gratis benar-benar diterapkan di sekolah berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Kiranya, semoga janji ini bisa direalisasikan dengan baik, karena memang akan sangat bermanfaat terutama bagi generasi bangsa yang sedang belajar mencari ilmu.
Munaz Fikr
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H