Setelah selesainya pesta akbar pemilihan umum, tidak banyak terdengar janji dan aksi yang diberikan calon legislatif yang dulu banyak disorak-sorakkan. Para calon legislatif saat ini mukin lebih banyak merasa tegang atas hasil yang akan didapat oleh mereka. Apakah hasil tersebut membuat para caleg dapat masuk ke dalam pemerintahan atau tidak. Akan tetapi banyak media yang memberikan hitung cepat. Hitung cepat ini mampu mengobati rasa kecemasan para caleg selama ini. Tetapi, bagi caleg yang mendapat hasil yang tidak diharapkan membuat mereka merasa geram dan melakukan banyak aksi yang mungkin tidak bisa dibayangkan oleh orang lain.
Dalam beberapa kasus para caleg melakukan aksi yang tidak terpuji, banyak diantara mereka melakukan provokasi dan melakukan vandalisme terhadap kantor camat maupun kantor-kantor pemerintah setempat. Perilaku seperti ini seharusnya tidak dilakukan oleh para caleg, para caleg yang notabene akan menjadi wakil-wakil rakyat seharusnya lebih arif dalam melakukan tindakan. Dengan melakukan vandalisme terhadap kantor-kantor pemerintah, tidak membuat permasalahan selesai melainkan akan menambah permasalahan yang baru. Sudah terlihat bahwa caleg-caleg yang melakukan tindakan ini merupakan caleg yang tidak layak duduk di pemerintahan.
Meski demikian, para caleg yang terpilih pun belum tentu lebih baik dari pada yang belum terpilih. Banyak bukti para anggota legislatif melakukan hal bodoh di dalam kursi pemerintahan. Mereka terlihat karut marut dalam menentukan nasib bangsa ini. Mereka yang seharusnya mementingkan rakyat malah ada yang mementingkan diri sendiri.
Ada diantara mereka yang melakukan korupsi terselubung. Dalam korupsi, mereka dapat melakukannya dengan baik dengan membuat sistem yang sulit dilacak oleh KPK. Mereka dapat memutar balikan fakta sehingga korupsi-pun tidak terlihat korupsi. Akan tetapi, megapa mereka tidak bisa membuat system yang dapat membantu rakyat?. Toh mereka dapat membuat sistem yang dapat memperkaya mereka.
Kita lupakan saja masalah caleg dan wakil rakyat tersebut dan coba kita masuk kedalam capres. kita tau bahwa partai-partai yang mengikuti pemilihan umum tidak ada yang tembus di angka 20%. Itu membuktikan bahwa tidak ada partai yang dominan dan dapat mencalonkan capres dan cawapres sendiri. Jadi mereka banyak melakukan afiliasi antar partai agar bisa maju dalam pemilihan capres.
Partai-partai yang unggul banyak yang melakukan afiliasi kepada partai lain. Akan tetapi, dalam melakukan afiliasi tersebut ada saja lika-likunya. Bahkan, dalam beberapa kasus afiliasi dapat memecahkan partai politik. Perpecahan partai politik tersebut dikarenakan kepada perbedaan pendapat dan kebijakan oleh beberapa orang. Seharusnya, suatu partai politik harus memiliki satu tujuan dan kebijakan yang jelas agar tidak terjadi permasalahan. Untuk mendapatkan tujuan dan kebijakan yang jelas, maka partai harus melakukan musyawarah. Dan setelah mendapatkan kebijakan dan tujuan yang jelas, para anggotanya jangan melakukan agitasi yang dapat memecahkan partai. Agitasi ini mungkin saja terjadi apabila ada beberapa orang yang tidak suka pada musyawarah tersebut dan tidak bisa menyampaikannya dengan baik.
Itulah beberapa hal yang terjadi setelah pemilihan umum. Apapun yang terjadi, masyarakat tetap harus memilih dengan bijak dan jangan asal pilih. Masyarakat harusnya mencari tahu track record yang ada pada masing-masing capres. sehingga masyarakat tidak buta dalam memilih capres.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H