Mohon tunggu...
Munawir Jumaidi Syadsali
Munawir Jumaidi Syadsali Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Dinas Tanaman Pangan, Hortikulturan dan Peternakan

Tertarik dengan Spiritualitas dan Pengembangan Diri

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kematian... Sebagai Pengingat dari Amanah Kehidupan

10 Juni 2024   11:27 Diperbarui: 10 Juni 2024   12:30 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengar atau Melihat Orang Meninggal yang biasanya terlintas di pikiran kita adalah Almarhum Sakit Apa? Apa penyebab Kematiannya? Dan biasanya di ikuti dengan Doa Semoga Allah mengampuni Dosa dosanya serta Menerima Amal Ibadahnya dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan kesabaran. Atau kadang kita hanya akan berucap Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun.

Saat itu saya masih SD, itu pemakaman pertama yang saya ikuti. Pemakaman Nenek saya, yang juga Nenek dari Bapak saya, Nenek LOSI. Saat itu saya masih ingat prosesi pemakaman ditemani mendung dan hujan gerimis, saya berdiri persis di tepi kuburnya sehingga bisa melihat langsung jasad Nenek yang sudah dibungkus kain Kafan dimasukkan kedalam lubang, setelah itu ditutup dengan papan. 

Saat ditutup oleh papan dan kemudian sedikit demi sedikit ditimbun tanah entah mengapa lintasan yang ada dipikiran saya saat itu adalah bagaimana nasib nenek setelah di timbun dan sendiri didalam tanah yang ujung ujungnya beralih ke bagaimana nasib saya nanti jika meninggal dan ditimbun tanah sendirian di dalam kubur seperti Nenek? 

Saat itu saya tidak dapat menahan diri untuk tidak menangis, itu tangisan yang lama karena baru beberapa timbunan yang dimasukkan kelubang saya sudah meninggalkan rombongan dan ke rumpun bambu yang tak jauh dari tempat itu untuk menikmati tangisku dalam kesendirian... tangis untuk diriku sendiri.

Saya masih ingat, saya dibujuk oleh Ibu dan beberapa tante untuk berhenti menangis karena proses pemakaman sudah selesai dan semua orang sudah akan pulang apalagi saat itu hujan gerimis belum berhenti dan seluruh badan saya sudah basah kuyup, bahkan saya ingat Guru atau Imam Masjid DG TUTU ikut mengelus punggungku agar diam dan mau pulang. 

Tapi itu tangisan yang nggak bisa saya tahan. Mungkin masih sampai setengah jam saya menangis baru kemudian bersedia untuk pulang ke rumah duka. Saya sempat mendengar beberapa keluarga yang bertanya "Kenapa si kecil itu bisa menangis seperti itu padahal dia tidak akrab karena tidak tinggal bersama neneknya?" Dan beberapa keluarga juga sempat bertanya kenapa menangis Nak?"
Saya hanya diam dan hanya sempat bilang, kasian sama Nenek. Walaupun sempat terlintas saat itu untuk bertanya, mengapa kalian biasa biasa saja melihat kejadian itu, apakah kalian tidak memikirkan bagaimana nasib kalian jika nanti ditinggal sendirian ditimbun di bawah sana? Tapi itu tak terucap.

Sejak itu setiap melihat kematian dan mengikuti pemakaman saya jarang berfikir mengapa almarhum meninggal, dan bagaimana nanti nasib almarhum di alam sana... Semakin lama saya semakin menyadari bahwa Setiap Orang akan Mempertanggung jawabkan sendiri sendiri kehidupannya saat berada di dunia ini dan itu bukan urusan bagi kita yang hidup untuk dipikirkan. Saya akan selalu masuk bertanya kedalam diri, sudah siapkah saya???

Melihat Atau Mendengar Kematian adalah Pesan atau Peringatan dari Kehidupan, peringatan agar kita bertanya ke dalam diri...

Apakah Saya sudah menemukan alasan mengapa saya diberi "Amanah Kehidupan" dan Apakah saya sudah Menunaikannya???

Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan ini... banyak tipuan, banyak hijab, banyak perangkap, banyak rintangan, banyak Jerat yang di siapkan oleh Mind atau Pikiran untuk membuat kita tetap berlari di roda gila, tetap tersesat di lingkaran Setan, tetap terikat Di Dunia yang merupakan Bagian dari Dualitas ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun