THE LOST OF BEKASI
Dalam suasana itulah, saya mengajak untuk selalu bersyukur sebagai warga Bekasi, baik di Kabupaten Bekasi sebagai wilayah asal putera daerah maupun di kota Bekasi yang menjadi pengembangan daerahnya, meskipun terpisah secara administrasi pemerintahan daerah, dalam semangat sebagai Bekatul, Bekasi Tulen, yang terlahir, tumbuh dan berkembang di Bekasi, kota santri dan tanah perjuangan, patriot.
Banyak wilayah dan saudara sebangsa yang tengah mengalami bencana alam secara berturut-turut, korban pun berjatuhan, kita semua rasakan prihatin dan berducita mandalam teriring doa khusuk penuh kasih pada sesame anak bangsa. Semoga solidaritas dan kesetiakawanan, kepedulian dan berbagi antara kita semakin meringankan beban dn tanggungjawab bersama.
Saya dan kita semua, sangat bersyukur lagi saat berada di tengah kaum cerdas, fresh dan smarth, kaum muda millennial Bekasi. Dalam wadah Kaukus Kaum Muda Bekasi, sekitar 200 orang yang tampak berbinar dan segar, mereka secara terbuka mengkritisi apa yang tengah terjadi, mengapa, kemana dan bagaimana masa depan? Â
Tak hanya mendengar dan menyimak, saya memang belajar langsung atas aspirasi, apa yang mereka mau, harapan, cita dan mimpi kaum muda pemilik masa depan Bekasi yang juga menjadi bagian dari warga Bangsa. Sharing pendapat dan gagasan yang berjalan selama 4 jam itu tak mengusik dan mengubah tempat duduk para kaum muda. Mereka juga mengungkapkan segala keresahannya,  termasuk dengan ekspresi  Music Bekatul Group dan karya Puisi anak muda Bekasi yang menggugah.
Generasi Bekasi dan kaum muda millennial Bekasi secara terang mengungkapkan banyak keprihatinan, sebagian hopeless, putus asa, lainnya sangat marah dan sebagian bilang, terasa malu banget jadi orang Bekasi. Haruskah Bekasi merdeka, katanya. Haruskah kita berontak dan revolusi ? Banyak ungkapan pure, Â murni, dan tanpa sungkan.Â
"Kami tak pernah merasa punya pemimpin", seru seorang muda dari Muaragembong. "Kita gak pernah tahu ada wakil rakyat, DPR yang bela rakyat", tandas mahasiswa dari Sukatani. "Selama ini rakyat dimiskinkan dan dimelaratka", kritik seorang mahasiswi Unisma Bekasi. "Apa bangganya dibilang jadi kota Kawasan industry terbesar se Asia atau apapun, nyatanya di sini, pengangguran seabrek, nyari kerja susah dan korupsi dimana-mana", Â cetus anak Gusdurian, para pecinta Gus Dur di Bekasi.
Ada yang hilang di Bekasi, katanya. The Lost of Bekasi. Dimanakah ada tanah, air, udara dan kekayaan alam Bekasi yang memakmurkan rakyatnya ? Dimanakah ada warga Bekasi dan nasibnya dengan tradisi, budaya dan kebanggaannya yang terlindas dengan modernisasi dan industrialisasi.Â
Dimanakah kehidupan setiap warga yang dengan kerelaannya setiap jengkal tanah, dijual murah dengan harga 1500 rupiah, 2000 perak atau 5000 perak, lalu beralih fungsi menjadi industry, pabrik, hotel, apartemen, ruko-ruko, perumahan mewah, sementara warga tersisih dan terpinggirkan. Semua ungkapan itu keluar dari para generasi millennial yang kritis. Bukankah rakyat Bekasi adalah pemegang saham terbesar dari  asal muasal dan proses industrialisasi itu ???