Mohon tunggu...
akhid rifki
akhid rifki Mohon Tunggu... -

Orang bodoh yang ingin mencari ilmu yang berkah

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Takjil Puasa untuk Mbok Gendong, Warisan Amal Kebaikan Ibuku

3 November 2012   04:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:02 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal Ramadhan, tahun 2007 yang lalu... Pagi itu, setengah menggerutu dalam hati, aku memacu starlet kesayanganku. Di sampingku duduk Ibu (alm.) dan bangku dibelakang ada map dengan beberapa amplop yang dibawa beliau. Ya, aku sedang mengantar Ibu ke beberapa tempat yang aku belum tahu ke mana-mana saja. Yang jelas tujuannya Ibu mau menyampaikan surat permintaan donasi kepada para tokoh dan pengusaha lokal di sekitar kota asalku untuk kegiatan sosial yang dia prakarsai beberapa tahun belakangan ini. Aku setengah menggerutu karena aku tahu seperti tahun lalu, di beberapa tempat yang Ibu datangi, sepertinya Ibu diterima dengan 'setengah hati' karena mungkin isinya minta donasi atau sumbangan itu. Kadang setelah menunggu sekian lama tak jelas, Ibu hanya dikasih 'sekedar' nya saja. Selainnya paling pada berjanji akan memberikan di lain waktu bahkan tak jarang yang akhirnya tidak dapat bertemu, sehingga surat itu dititipkan saja. Jadi sepertinya ga "worthed" dengan hilir mudiknya kita. Kan lebih enak nerusin tidur pagi di rumah. Cape deh.. Aku juga kasihan melihat Ibu, sudah sepuh begitu kok mau-maunya repot dan susah payah seperti itu. Tapi Ibu ngendiko kalau Ibu ga begitu ya itu ga jalan, karena mungkin Ibu sudah paham jika diserahkan kepada orang lain belum tentu seefektif dan seenergik beliau. Lagian mungkin Ibu akan menggunakan pengaruhnya sebagai istri Bapak yang disegani oleh orang-orang yang didatanginya itu. Yang aku tahu waktu itu, setiap Ramadhan, Ibu mengkoordinir sebuah 'proyek' sosial di bawah naungan sebuah organisasi masyarakat keperempuanan. Kegiatan itu intinya adalah pemberian takjil berbuka puasa bagi para mbok gendong, ibu-ibu buruh pembawa belanjaan di pasar dengan keranjang yang digendong. Takjil itu adalah berupa sepaket nasi, lauk pauk dan sayur, yang diwadahi rantang plastik. Setiap mbok gendong yang ada di pasar mendapatkannya, meski digilir tiap 2 hari sekali. Kegiatan masak-masak sampai pemberian ke mbok gendongnya dipusatkan di rumah bulik ku yang tinggal paling dekat dengan pasar. Lalu siapa yang memasak dan menyiapkannya? Ibu waktu itu meminta tolong para ibu-ibu di kampung bulik ku untuk membantu. Sedangkan pak lik, suami bu lik, menjadi "front desk officer"nya. Setiap ramadhan dari awal sampai seminggu menjelang lebaran kegiatan itu berjalan. Kegiatan itu pun berjalan bertahun-tahun. Dan semakin lama semakin membesar. Dari yang tadinya Ibu kerepotan ke sana ke mari mencari donasi, sampai akhirnya para donatur pada berdatangan sendiri tanpa diminta. Jumlah mbok gendong yang dibantu juga bertambah, bahkan terakhir ini sudah mencapai 70 an orang, yang itu berarti harus menyiapkan sekitar 35 an rantang takjil setiap harinya. Tidak cuma takjil saja, sekarang setiap akhir kegiatan itu para mbok gendong juga memperoleh bingkisan lebaran yang dititipkan oleh para donatur. Dari beberapa cerita, para mbok gendong itu sangat berterima kasih sekali dengan kegiatan sosial itu, sehingga jika Ibu, pak lik, atau para-para ibu yang membantu memasak pergi belanja ke pasar para mbok gendong akan menyapa dengan ramah dan hormatnya. Sudah banyak para media cetak dan elektronik meliput kegiatan itu. Ibu wafat di tahun 2009, seminggu setelah bulik ku yang ketempatan masak-masak itu juga wafat. Kedua kakak-beradik itu wafat, menurut saya, dalam kondisi terbaiknya. Ibu wafat setelah sakit selama beberapa bulan di hari Jumat dan sempat mengucapkan kata berpamitan dengan Bapak. Sedangkan bulik ku wafat di subuh hari di atas sajadah mengenakan mukenanya saat menunggu subuh tiba. Barangkali itu adalah hadiah Gusti Allah atas amal kebaikan beliau berdua itu. Mudik lebaran kemarin, aku sempat mampir ke tempat bulik ku itu saat masih ramadhan. Dan kegiatan itu masih ada. Ibu-ibu pemasak yang berwajah ikhlas itu masih ada dan lengkap seperti dulu. Rantang, buku register, kupon pengambilan, semua masih ada dan masih berjalan dengan sistem yang sama. Hanya sekarang terasa lebih banyak dan semarak. Meski terselip juga rasa sesak di dada, karena ingatan tentang Almarhum Ibu dan bulik pun hadir sesaat. Semoga Allah memberikan tempat yang tebaiknya bagi keduanya dengan amal kebaikan mereka yang masih terus berjalan hingga kini itu. Di hari terakhir kegiatan itu ternyata diadakan acara tahlilan oleh seluruh ibu-ibu yang berpartisipasi. Dan oleh Bapak, mbak tertuaku diperintahkan menghadirinya untuk mewakili. Mbak bercerita, ketika tahlil dibacakan untuk mendoakan Ibu dan bulik ku, para ibu-ibu itu menangis tersedu teringat Ibu, sehingga mbak pun tak kuasa menahan air matanya. Dari situ kusadari, betapa jerih payah mondar-mandirnya Ibu dulu itu masih mengalirkan kebaikan dan terus diingat banyak orang hingga saat ini. Dan aku justru waktu itu malah setengah menggerutu saat membantunya. Ibu ampuni aku... Gusti Allah, ampuni hamba. ----------- Para mbok gendong mulai berdatangan Menunggu diambil Mbok Gendong mengambail jatahnya Paklik sebagai "front desk officer" Sumbangan para donatur Kupon untuk mengambil jatah Berita di koran Berita lainnya di koran Buku register Menyiapkan sajian Wajah ceria dan ikhlas ibu-ibu yang memasak Rantang yang siap dibagikan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun