long notes for short trips
Selamat Membaca :)
Calon Sarjana Satu-satunya
Kuliah? Tidak terfikir bisa menginjak bangku perkuliahan setelah melewati banyak realita kehidupan dengan segala macam duri yang tidak hanya menyakiti. Tetapi, bisa membuat hampir mati. Mungkin bagi sebagian orang, terdengar sangat lebay atau klise. Nyatanya? Mereka hanya memberi kesimpulan atas apa yang mereka lihat namun tidak mereka rasakan. Terlahir dari keluarga yang sederhana bahkan seringkali kurang dalam segi ekonomi. Ayah dan Ibu sama sekali tidak patah semangat untuk menyekolahkan anak-anaknya, walau kedua kakakku hanya bisa bersekolah sampai tingkat SMK. Aku? Ya, aku adalah si bungsu yang menjadi harapan besar orang tua, bukan si bungsu dengan stigma manjanya itu.
Aku terkenal sebagai siswa yang berprestasi sejak aku masih berada di tingkat Taman Kanak-Kanak. Tetapi, fikiranku terbuka saat aku berada dalam tingkat Madrasah Aliyah. Sekolahku, MAN 7 Jakarta, yang menjadi awal pikiranku bisa terbuka untuk melangkah maju kedepan. Pada saat itu, aku berada dalam lingkungan yang berisi orang-orang dengan segudang cita. Si A bercita-cita kuliah di PTN ternama di Indonesia, si B bercita-cita S1 di luar negeri, si C bercita-cita bersekolah di sekolah kedinasan terkenal dan ternama di Indonesia, dan masih banyak lagi. Cita-citaku dimulai dari awal aku menginjakkan kaki di MAN 7 Jakarta.
“Jika kamu ingin berkuliah, harus PTN. Jika PTS, harus dengan beasiswa full dan di Jakarta atau dapat dijangkau dari rumah untuk transportasinya ya, Nak”, ucap Ibu. Bukan tanpa alasan perkataan itu muncul. Orang tua tidak bisa jika harus mengeluarkan biaya hidup dan biaya kos/asrama jika aku kuliah di luar kota. Orang tua tidak bisa membiayai uang kuliah yang mahal, apalagi jika ada uang pangkal dan sebagainya.
Aku sangat berhati-hati saat memilih tempat kuliah. Bukan karena aku tidak menyukai universitas atau jurusannya. Tetapi, aku berusaha mencari tahu apakah ada uang pangkal? Apakah UKT-nya bisa disesuaikan dengan kemampuan orang tua? Apakah wajib asrama untuk mahasiswa baru atau untuk beberapa tahun? Apakah transportasi umumnya mudah dijangkau?
Kegagalan Yang Tidak Diduga
Guruku di MAN pernah berkata “yang rengking 1 di kelas, belum tentu mendapatkan PTN dengan mudah.” Ya, perkataan itu sangat aku ingat. Sedikit mundur dari alur cerita, aku selalu mendapat peringkat 10 besar di kelas, bahkan aku mendapat peringkat 1, selama 2 semester. Pencapaian terburukku di sekolah yaitu saat aku pernah mendapat peringkat 11 atau sama saja dengan aku mendapatkan peringkat di bawah 10, selama 1 semester. Nangis di hadapan guru saat pengambilan rapor, aku meminta maaf kepada ibuku karena pencapaianku ini sangat buruk karena tidak sesuai dengan target per semester yang sudah aku buat. Lebay? Menurutku tidak, karena ada orang yang harus aku naikkan derajatnya. Bukan tanpa alasan aku menjadi sosok yang sangat ambisius. Keluargaku sering kali dihina karena dianggap serba kekurangan dalam hal ekonomi. Apa aku terima begitu saja? Tentu tidak, dengan segala keterbatasan, aku percaya itu akan menjadi alasan aku lebih semangat dan lebih berenergi. Hinaan bagiku adalah sebuah pecutan agar kita berlari lebih kencang layaknya kuda.
Universitas Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Hanya opsi PTN itu yang dapat aku pilih saat pendaftaran PTN. Alasannya adalah karena wilayahnya dekat dan transportasi umumnya mudah dijangkau dari rumah.