Mohon tunggu...
muna_ wrsh
muna_ wrsh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa- wiraswasta

My hobby is cooking

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Hubungan Sosial Emosional Anak Dalam Pendidikan Inklusi

8 November 2024   20:46 Diperbarui: 8 November 2024   22:50 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

        Pendidikan inklusi adalah pendekatan pendidikan yang menjunjung kesetaraan, partisipasi, dan penghormatan terhadap keberagaman dalam mengembangkan lingkungan perguruan tinggi. Menurut (Juntak et al., 2023), Pendidikan inklusi bertujuan agar menghasilkan lingkungan belajar yang baik bagi peserta didik ABK, yang mana pada setiap anak bisa belajar secara bersama sekaligus saling dukung dan menghasilkan potensi maksimal anak. Pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memerlukan perhatian khusus sudah ada tertera pada Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 yaitu perihal Pendidikan Nasional. Pada Bab IV, Pasal 5 ayat 2, 3, dan 4, lalu Pasal 32, menjelaskan bahwasanya pendidikan khusus ditujukan bagi peserta didik dengan berbagai kelainan atau anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa. Pendidikan ini dilakukan dengan cara inklusi yaitu tingkat dasar dan menengah, memastikan bahwa setiap siswa mendapat akses yang sama dalam sistem pendidikan yang berkelanjutan dan terintegrasi. Dalam konteks ini, hubungan sosial dan emosional anak-anak sangat penting karena mereka perlu mampu berinteraksi dengan berbagai individu yang mempunyai background serta kebutuhan yang berbeda.

       Hubungan sosial emosional menjadi kunci pendidikan inklusi yang sukses. Anak yang bisa mengontrol emosi mereka dan berinteraksi dengan baik dengan temannya cenderung lebih berhasil dalam bidang akademik dan pengembangan keterampilan hidup. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan keterampilan sosial dan emosional yang cukup baik memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi, hubungan yang lebih harmonis dengan guru dan teman, serta kemampuan beradaptasi yang lebih baik dalam menghadapi berbagai tantangan.


         Pendidikan inklusi memiliki peranan penting dalam mengembangkan hubungan sosial emosional anak-anak. Melalui interaksi sosial yang beragam, anak-anak dengan berbagai kemampuan dapat belajar bersama dalam satu lingkungan, yang memperkaya pengalaman sosial mereka dan membantu mereka memahami serta menghargai perbedaan. Selain itu, pendidikan inklusi juga mendorong pengembangan empati, di mana anak-anak yang belajar dalam lingkungan inklusif lebih mungkin mengembangkan rasa empati karena berinteraksi dengan teman-teman yang memiliki kebutuhan dan latar belakang yang berbeda.


        Empati adalah hal penting pada saat membangun hubungan yang sehat dan positif. Dukungan emosional dari guru juga sangat krusial dalam konteks pendidikan inklusi. guru harus memiliki keterampilan untuk mendukung perkembangan emosional anak-anak, termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi dan merespons kebutuhan emosional mereka, serta menciptakan lingkungan kelas yang aman dan suportif. Di samping itu, kolaborasi erat antara sekolah dan orang tua sangat penting untuk keberhasilan pendidikan inklusi. Orang tua perlu dilibatkan dalam proses pendidikan dan diberikan dukungan agar dapat membantu anak-anak mereka berkembang secara sosial dan emosional di rumah. Dengan begitu, pendidikan inklusi tidak hanya bermanfaat secara akademis, namun juga mendukung perkembangan sosial dan emosional anak secara keseluruhan.

         Permasalahan sosial emosional anak mencakup beberapa aspek penting. Pertama, perilaku diluar kendali yang menunjukkan seberapa sering perilaku tersebut terjadi pada anak itu. Misalnya, seorang anak yang tidak terkontrol perilakunya setiap dua hingga tiga minggu dapat dianggap bermasalah, terutama jika dibandingkan dengan anak-anak yang mudah tersinggung. Kedua, tingkat intensitas atau keparahan perilaku buruk. Misalnya, anak dengan rentang perhatian pendek mungkin mudah beralih antara belajar dan bermain ketika perhatiannya teralihkan. Ketiga, usia, yang menunjukkan apakah tindakan buruk anak sesuai pada tingkat perkembangannya. Terakhir adalah norma masyarakat, yang menunjukkan bahwa proporsi anak bermasalah dapat berubah tergantung pada ukuran komunitas dan norma yang berlaku di masyarakat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman tentang permasalahan sosial emosional anak memerlukan pendekatan yang komprehensif, mempertimbangkan berbagai faktor yang memengaruhi perkembangan anak (Nurhayati, Anita, D.Trisnawati, 2023).

        Guna mengatasi permasalahan sosial emosional anak yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat strategi yang bisa diterapkan agar bisa mengembangkan hubungan sosial emosional mereka. Salah satu strategi tersebut adalah pengajaran empati, di mana guru dapat menggunakan berbagai metode seperti cerita, permainan peran, dan diskusi kelompok untuk mengajarkan anak-anak tentang empati dan cara memahami perasaan orang lain. Selain itu, dukungan emosional dari guru sangat penting. Guru harus siap memberikan pujian, dorongan, dan bantuan dalam mengelola emosi yang diperlukan oleh anak-anak. Kegiatan kolaboratif dalam pembelajaran, seperti proyek kelompok atau permainan tim, juga dapat membantu anak-anak belajar untuk bekerja sama dan mengembangkan keterampilan sosial mereka. Terakhir, pelatihan sosial emosional yang terstruktur dapat membantu anak-anak mengembangkan keterampilan seperti pengelolaan stres, komunikasi efektif, dan pemecahan konflik. Dengan menerapkan strategi-strategi ini, anak-anak dapat lebih baik dalam membangun hubungan sosial dan emosional yang sehat dan positif.
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Uu nomor 20 tahun 2003 (sisdiknas)
Juntak, J. N. S., Rynaldi, A., Sukmawati, E., Arafah, M., & Sukomardojo, T. (2023). Mewujudkan Pendidikan Untuk Semua: Studi Implementasi Pendidikan Inklusif di Indonesia. Ministrate: Jurnal Birokrasi Dan Pemerintahan D.
Nurhayati, Anita, D.Trisnawati,  dkk. (2023). Perkembangan Sosial Emosional. Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini, 1--19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun